BANDUNG – PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Jabban (Jabar-Banten) terancam bangkrut dikarenakan terlilit utang sebesar hampir Rp5 triliun. Bahkan, kerugian besar saat ini sedang dialami oleh perusahaan plat merah itu.
Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat mengakui, utang-utang tersebut berasal dari pinjaman perbankan dan pihak lainnya dan akan jatuh tempo dalam waktu dekat.
“Jujur harus saya sampaikan secara teknis kita ini sudah harusnya bengkerap (bangkrut). Luar biasa hutang kita. Utang kita membengkak hampir 5 tahun terakhir,” kata Yudayat saat audiensi FKPPN Jabban bersama Komisi V DPRD Jabar di ruang Komisi V, Rabu (2/12).
Dia menjelaskan bahwa PTPN VIII tidak boleh menambah utang meski dalam kondisi sulit saat ini. Sehingga menambah kerugian keuangan kami.
Selain itu, Yudayat menyebut akan mengoptimalisasikan aset lahan yang tidak cocok untuk perkebunan dengan mengalihfungsikan lahan menjadi kawasan industri atau agro wisata.
Tak hanya itu, dia berencana akan mengusulkan untuk penjualan aset PTPN VIII. Bahkan dia mengaku, sudah ada beberapa lahan yang saat ini tidak cocok lagi untuk jadi perkebunan.
’’Jadi kita bisa alihfungsikan cocoknya untuk apa. Ada aset yang bila perlu dijual. Kita akan usulkan untuk dijual,” sebutnya.
Selain itu, Yudayat mewacanakan untuk menggabungkan lahan atau kebun-kebun kecil untuk lebih mengoptimalkan produksi perkebunan dalam rangka menghidupkan PTPN VIII.
“Saya sampaikan bahwa hari ini pekerjaan kita membuat PTPN ini ada untuk 20 tahun kedepan,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPW FKPPN Jabban, Eeng Sumarna mengatakan, saat ini ada sekitar 3.952 ribu pensiunan karyawan dan pimpinan PTPN VIII yang belum mendapatkan Santunan Hari Tua (SHT).
“Kami ingin SHT Karyawan PTNP VIII dibayar lunas tidak dicicil. Per karyawan 39-600 Juta,” kata Eeng saat audiensi.
Dirinya mengaku akan menempuh jalur Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) dalam menyelesaikan permasalahan Santunan Hari Tua (SHT) yang belum dibayarkan PTPN VIII.
Ia menjelaskan, ada dua payung hukum yang dapat implementasikan dalam SK PTPN VIII Nomor KEP/III.1/932/XI/2017, tapi pelaksanaannya tidak bisa. Kedepannya, lanjut dia, pihaknya akan menempuh opsi lain bilamana audiensi tersebut tidak menghasilkan kabar baik.