Maiyah Penjual Gorengan yang Berhasil Hafal 30 Juz

Keterbatasan tidak menjadi halangan bagi Maiyah untuk menjadi seorang Hafidzah. Sejak masih anak-anak Maiyah yang sehari-harinya menjual gorengan di pinggir mushala ternyata hafal 30 Juz.

Erwin Mintarsa, Kota Bandung

BANDUNG – Meski keterbatasan tapi tidak membuatnya menyerah. Menjadi hafidzah merupakan cita-citanya dari kecil. Kegigihan menjadi penopang keberhasilannya. Itulah Maiyah, peserta Satu Desa Satu Hafidz (Sadesha) dari dari Kecamatan Krangkeng, Indramayu.

Berbeda dengan yang lain. Maiyah berjalan memakai kursi roda, dibantu keponakannya yang setia mengantarkan kemanapun. Maiyah tidak bisa berjalan sejak umur 3 tahun.

Baginya, jarak dari Indramayu ke kota Bandung sangatlah dekat. Sehingga tak memudarkan tekadnya untuk mengikuti diklat Sadesha.

Maiyah menuturkan, proses menghafal Alquran dimulainya sejak 2002 saat ia berusia 12 tahun. Secara kebetulan, niatnya ada seorang dermawan yang bersedia menanggung seluruh biaya pendidikannya di pesantren khusus menghafal Alquran.

Maiyah pun pergi meninggalkan kampung halamannya. Untuk menjadi santri pesantren hafalan Alquran, di Cirebon. Selama tujuh tahun ia berada di pesantren itu.

“Selama lima tahun menghafal Al-Qur’an 30 juz. Dua tahun sisanya terus-menerus menyempurnakan hafalan itu,” ucap Maiyah di Bandung, Kamis (19/11).

Pada 2009, Maiyah kembali ke kampung halamannya. Karena belum menikah, kesehariannya adalah menemani ibunya yang lanjut usia. Sang ayah sudah meninggal, sementara keempat kakaknya sudah berkeluarga.

Menghadapi kondisi ini, Maiyah hanya bisa membantu mencuci pakaian ibunya dan dirinya sendiri. Sementara memasak nasi dibantu salah seorang kakaknya yang kebetulan tak jauh dari kediamannya.

Bagi Maiyah, Alquran sudah tidak bisa dipisahkan dari hidupnya. Dia meyakini kelak Alquran akan memberikan kesaksian dan penolong di akherat nanti.

Untuk menjaga hafalannya. Maiyah setiap lepas shalat subuh, ia mengulang hafalannya sebanyak dua juz. Keesokan harinya melakukan hal sama, melanjutkan juz berikutnya. Begitu bertahun-tahun.

“Habis sholat shubuh ngederes (Menghafa, red) Alquran untuk menjaga hafalan. Pagi nyuci, terus bersilaturahmi dengan tetangga,” ucapnya dengan bahasa logat Indramayu yang kental.

Pada 2017, supaya tak tergantung orang lain, Maiyah berinisiatif berjualan es teh manis dan gorengan di sebuah mushala yang tak jauh dari rumahnya. Berjarak sekitar 50 meter. Barang dagangannya diantar sang kakak, kemudian ia menunggu pembeli dari pukul 15.00 sampai 20.00.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan