BANDUNG – Kasus penggelapan bantuan sosial (bansos) di tengah pandemi virus korona yang ditangani oleh Polda Jabar hingga saat ini belum menetapkan tersangka. Hal itu dikarenakan polisi masih mengumpulkan keterangan dan meminta klarifikasi ada atau tidak tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
“Belum ada (tersangka). Karena masih dilakukan kegiatan pengumpulan bahan-bahan keterangan,” kata Dirkrimsus Polda Jabar Kombes Yaved Duma Parembang dilansir ayobandung, kemarin.
Dia juga menyebutkan, jika Polda Jabar dipastikan hanya menangani 12 kasus penggelapan dana Bansos Covid-19 di wilayah hukumnya. Sementara itu, 5 kasus lainnya dilimpahkan ke Satgas Saber Pungli Jawa Barat.
“Totalnya 12 kasus (yang ditangani). Polda tangani 5, Polres ada 7, sisanya sudah dilimpahkan ke Saber Pungli,” ujar Yaved.
Selain itu, diduga para pelaku merupakan aparat kewilayahan, mulai dari tingkat RT hingga Kepala Dinas. “Macam-macam (terduga pelakunya), ada Camat, Kades, Kadis Sosial, Kasi Kesra, aparat desa, perangkat desa, dan ketua RT,” ungkap Yaved.
Ke-17 kasus tersebut semuanya masih pada tahap klarifikasi. Polisi tidak ingin gegabah dan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengungkap jenis kasus tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Polda Jawa Barat menyelidiki adanya 17 kasus dugaan penyelewengan atau penggelapan dana bantuan sosial untuk pemulihan ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Kasus yang sempat viral yakni terjadi dilakukan oleh oknum aparat Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, KBB. Aparat setempat diduga melakukan pemotongan dana bansos yang diterima warga sebesar Rp 1 juta hingga Rp 1,2 juta.
Total ada 24 warga yang uang bantuannya disunat oleh pihak desa. Namun besarannya berbeda-beda setiap warga berdasarkan kesanggupan dan keikhlasan.
Dede,44, warga Kampung Lebak Lisung, RT 04/06, Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), jadi korban ‘sunat’ uang bantuan sosial sebesar Rp 1,2 juta oleh aparat desa.
Seharusnya Dede mendapatkan jatah uang bantuan dari Kementerian Sosial itu senilai Rp 1,8 juta untuk 3 bulan. Namun ia hanya menerima Rp 600 ribu atau sama dengan jatah sebulan setelah dipotong oleh aparat desa setempat.
“Iya uang bantuan saya dipotong Rp 1,2 juta sama pihak desa. Harusnya saya terima Rp 1,8 juta, tapi hanya Rp 600 ribu. Ya saya enggak bisa menolak,” ungkap Dede.