Menuju Normal

Rumah kematian itu ternyata menyewa truk yang ada pendinginnya. Dijejer-jejer di pinggir jalan. Mayat-mayat itu sebagian dimasukkan truk tersebut. Total sampai 50 mayat. Di antara truk itu ada yang bocor: banyak air menetes dari dalam. Yang membawa serta bau busuk itu. Rupanya pendinginnya bermasalah.

Polisi hanya meminta rumah kematian itu menghilangkan baunya. Tanpa melakukan tindakan hukum apa pun. Di sana pun hukum bisa maklum: lagi ada Covid.

Yang lebih menarik adalah perkembangan di Iran. Yang semula menduduki ”juara tiga” terbesar korban Covid-nya –setelah Tiongkok dan Italia. Belakangan Iran digeser ke urutan ke-10 oleh negara-negara maju Eropa.

Presiden Iran Hassan Rouhani tiba-tiba bikin kejutan: kehidupan di Iran akan segera dinormalkan. Meski penderita baru masih ratusan/hari. Dan yang meninggal masih sekitar 100/hari.

Mengapa kehidupan akan segera dinormalkan?

”Wabah ini tidak jelas kapan berakhirnya. Kalau kehidupan dibatasi terus negara akan runtuh,” katanya.

Ekonomi di Tiongkok juga terus menggeliat. Mulai Rabu kemarin jalan-jalan tol sudah tidak gratis lagi.

Lebih tiga bulan jalan tol gratis di sana. Pertambahan penderita baru memang nyaris 0 di Tiongkok. Konsentrasi sudah lebih ke ekonomi.

Ibarat kebakaran, api ya sudah padam. Sudah waktunya membangun rumah itu kembali.

Ini agak berbeda dengan kebijakan beberapa negara lain: rumah terus diperbaiki di tengah kebakaran masih terus berkobar.

Di Iran persoalannya lebih serius. Negara itu sendiri lagi diisolasi oleh Amerika. Iran harus hidup sendiri. Keruntuhan ekonominya tidak bisa dibantu siapa-siapa.

Maka Iran memilih segera memperbaiki rumahnya –sementara api masih belum padam.

Namun bukan berarti Iran akan kembali bebas seperti dulu. ”Protokol kesehatan tetap harus ditaati. Cuci tangan, jaga jarak, dan pakai masker tetap harus dipatuhi. Tapi toko-toko, restoran, pabrik, dan apa pun boleh beroperasi penuh,” ujar Presiden Iran.

Yang seperti itu tidak bisa dikategorikan sebagai kebijakan herd immunity. Mungkin hanya setengahnya.

Ini lebih mirip doktrin: yang tidak disiplin tanggung sendiri akibatnya.

Tapi tetap berisiko: kalau terlalu banyak yang sakit mau dirawat di mana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan