Perlukah Promosi, Mutasi dan Demosi Kepala Sekolah?

MUNGKIN praktek pendidikan kita saat ini bisa dianalogikan seperti teori Maltus. Khususnya antara kebijakan manajemen pendidikan dengan tuntutan peningkatan mutu pendidikan. Fenomena ini sedang terasa di Jawa Barat.

Faktanya kebijakan manajemen pendidikan khususnya di bidang manajemen sumber daya manusia berjalan berdasarkan deret hitung. Sedangkan tuntutan peningkatan mutu pendidikan berjalan berdasarkan deret ukur. Semakin jauh semakin senggang antara upaya/proses pendidikan yang dijalankan, dengan pencapaian tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan.

Kalau begitu apa masalahnya?

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”show” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]

Masalah yang pertama, sejak proses alih kelola pendidikan menengah (SMA/SMK) dari kabupaten/kota ke provinsi, secara signifikan belum terlihat adanya kebijakan manajemen sumberdaya manusia yang menyangkut promosi, mutasi dan demosi kepala sekolah secara objektif, profesional dan transparan. Sementara tuntutan peningkatan mutu pendidikan berlangsung sangat eksponensial dan bahkan unpredictable. Seperti di suasana pandemi Covid 19 yang saat ini terjadi.

Bila definisi promosi itu adalah penghargaan dengan kenaikan jabatan, maka segeralah lakukan promosi bagi mereka para guru yang telah memenuhi persyaratan. Bukankah stok guru seperti itu ada. Malah tidak sebanding dengan formasi yang tersedia. Lantas apa yang ditunggu? Di situasi sekarang, pembiaran atas tuntutan kebutuhan promosi seperti ini akan menimbulkan multilayer effect yang paradok dengan tuntutan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Bagi institusi pendidikan (baca: dinas pendidikan dan sekolah), alih-alih ingin penghematan justru yang akan terjadi adalah inefesiensi dalam keseluruhan praktek manajemen penyelenggaraan pendidikan. Jangan tanya ruh pendidikan sebagai spirit munculnya mutu pendidikan bisa tumbuh subur di lembaga dengan keadaan seperti ini.

Setiap penundaan promosi akan berdampak lunturnya semangat para calon pemimpin sekolah kalau tidak ingin dikatakan apatis. Belum lagi bermunculan para spekulan yang mengatasnamakan pimpinan tertinggi pemerintahan daerah yang gerilya mengiming-imingi dan menebar janji kepada para calon kepala sekolah ini, untuk bisa diangkat dan ditempatkan segera. Semakin membuat sengkarut upaya penyiapan SDM bermutu. Singkatnya, bila promosi kepala sekolah ini ditunda lagi, itu sama saja dengan menyimpan bom waktu semakin mundurnya pendidikan kita.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan