Atau begitu banyak yang berlama-lama di Multazam –belum mau meninggalkan ruang sempit dekat Ka’bah itu sebelum diusir petugas.
Tentu saya hanya sebentar di ruang itu.
Di satu sudut dekat kitab suci itu terlihat lima pemain musik. Merekalah yang mengiringi lantunan lagu-lagu suci. Sepanjang hari. Tidak berhenti.
Lagunya seperti irama sufi –tapi tidak sehalus lagu-lagu sufi Mavlana Rumi di Turki. Gendang India-nya membuat lagu sufi ini bercampur nada dinamis.
Lagu-lagu rohani itu dipancarkan ke mana-mana. Lewat jaringan pengeras suara. Pun sampai ke pojok-pojok pertokoan di sekitar gurdwara.
Keluar dari ruang di kuil emas ini mereka antre lagi. Menuju teras kuil. Untuk mengambil air suci dan meminumnya. Ada juga yang membawa jirigen kecil. Mengambil air itu untuk dibawa pulang.
Setelah minum air suci itu ibadah subuh pun selesai. Ada yang langsung keluar gurdwara. Ada juga yang duduk-duduk di halaman kuil putih.
Sambil terus membaca kitab suci.
Yang akan meninggalkan gurdwara mereka bersujud dulu ke arah kuil emas. Sujud wada’.
Di luar masih gelap. Matahari baru setengah jam lagi terbit.
Saya pun meninggalkan gurdwara dengan berjuta rasa.(Dahlan Iskan)