BANDUNG – Sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan oleh pemerintah memicu berbagai masalah disejulah daerah. Sebab, banyak anggapan bawa para siswa tidak leluasa lagi memilih sekolah.
Anggota Komisi X DPR yang membidangi pendidikan Ferdiansyah menilai, kuota zonasi yang dipatok minimal 90 persen seharusnya dilakukan secara bertahap.
Tahap awal Kemendikbud untuk angka atau persentasenya seharusnya dibuat fleksibel dan diputuskan oleh pemerintah daerah masing-masing. Sebab, pendidikan itu adalah bagian dari otonomi daerah.
“Atau paling tidak dibuat rentang. Misalnya kuota zonasi dibuat rentang 70 sampai 90 persen. Tidak kaku seperti sekarang yang 90 persen,” kata dia.
Dia menuturkan Kemendikbud seharusnya tidak langsung menetapkan kuota zonasi PPDB. Tetapi harus melakukan penyebaran atau pemerataan guru-guru berkualitas tidak berkumpul di sekolah tertentu.
Hal ini diharapkan kualitas sekolah menjadi seragam. Sehingga orang tua memiliki keyakinan bahwa sekolah di manapun sama saja kualitasnya.
Selain itu, sarana dan parasana (sarpras), juga harus disamaratakan dulu kualitasnya. Namun yang terjadi tidak demikian. Ferdiansyah menyebutkan Kemendikbud secara kaku menetapkan bahwa kuota PPDB berbasis zonasi minimal 90 persen.
Sementara itu, menanggapi keluhan para orang tua terkait masalah zonasi PPDB Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengatakan disebabkan ketidakmengertian masyarakat.
Selain itu, sosialisasi PPDB yang dilakukan panitia juga kurang optimal. Sehingga, mengakibatkan kekisruhan selama proses pendaftaran.
“PPDB 2019 ini, dengan sistem zonasi regulasinya dari pusat. Daerah hanya mengimplementasikannya. Namun, memang di lapangan banyak keluhan,” ujar pria yang akrab disapa Kang Emil kemarin. (20/6).
Saat ini, lanjut Emil, SMA dan SMK kewenangannya ada di provinsi. Karena itu, pada PPDB tahun ini pihaknya mengupayakan keadilan dan pemerataan. Apalagi, dengan sistem zonasi ini tujuannya sangat baik.
Yaitu, membuat sekolah merata. Sebaran, guru juga jadi merata, tidak tertumpu di wilayah perkotaan. Selain itu, untuk meminimalisasi sekolah favorit. Serta, mengurangi tingkat stres pada anak.
Tekait dengan protes dari masyarakat, lanjut Emil, pihaknya sudah menerjunkan tim. Bahkan, dirinya memantau langsung jalannya PPDB ini. Ternyata, yang protes itu merupakan masyarakat yang tidak tahu aturan.