JAKARTA – Badan Pemenangan Nasional (BPN ) memastikan pihaknya menolak mengakui hasil rekapitulasi perolehan suara pemilihan presiden atau pilpres 2019 di Provinsi Jawa Tengah dan meminta untuk pemungutan suara ulang (PSU).
Menanggapi hal itu, Anggota Komisioner Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Fritz Edward Siregar enggan berkomentar terkait permintaan BPN untuk melakukan (PSU).
Namun demikian dirinya berjanji akan memanggil BPN Prabowo-Sandiaga untuk mendapatkan informasi terkait dugaan pelanggaran Pemilu yang disampaikannya.
“Apabila keterpenuhannya sudah ada, nanti akan dibuat (sidang), apabila terpenuhi. Dan apabila tidak terpenuhi nanti akan ada yang namanya sidang pemeriksaan pendahuluan,” ujar Fritz di Jakarta, Senin (13/5).
Terkait dengan tuntutan diskualifikasi, Fritz mengatakan hal tersebut bergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Menurutnya, dalam Undang-Undang Pemilu, terdapat jenis dan konsekuensi pelanggaran yang berbeda.
“Dalam UU Pemilu kan ada pelanggaran pidana dan pelanggaran administrasi, keduanya memiliki konsekuensi berbeda,” tandas Fritz.
Sebelumnya, Direktur Relawan BPN pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Mursydan Baldan menegaskan bahwa pihaknya menolak mengakui hasil rekapitulasi perolehan suara pemilihan presiden atau pilpres 2019 di Provinsi Jawa Tengah.
Hal itu ia sampaikan menyusul saksi dari kubu pasangan 02 itu yang menolak untuk teken rekapitulasi suara pemilu di Jawa Tengah yang sudah rampung pada Sabtu (11/5) lalu.
Ferry menyatakan pihaknya telah meminta pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Jateng karena diduga ditemukan kecurangan yang sistematis.
“Ya [tolak hasil perolehan suara]. Karena banyak kejadian [kecurangan]. Makanya untuk fair-nya, harusnya di Jateng dilakukan PSU,” kata Ferry, kemarin.
Melihat hal itu, Ferry menegaskan pihaknya enggan untuk menandatangani hasil rekapitulasi suara di Jateng. Ia menilai Pilpres di Jateng memiliki banyak persoalan yang tak dicarikan solusinya oleh KPUD dan Bawaslu Jawa Tengah.
“Seperti terhalanginya beberapa saksi kita di rekapitulasi di kecamatan, tidak semua C1 plano dipasang 7 hari setelah pemungutan suara, penukaran hasil rekap C1 yang tidak sebagaimana mestinya,” kata dia.