Ada Potensi Korupsi di Lapas

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengkaji Tata Kelola Sistem Pemasyarakatan guna memetakan area rawan korupsi dalam sistem tata kelola pemasyarakatan serta menyusun rekomendasi untuk meminimalisasi risiko korupsi.

Sebelumnya, buruknya tata kelola Lapas, terkuak setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada Juli 2018 yang menjaring Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin Wahid Husein.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, setelah kejadian OTT Sukamiskin, KPK melakukan observasi dan melakukan sesi wawancara mendalam di 33 Rutan dan Lapas di beberapa kota.

Secara garis besar, terdapat lima temuan yang menjadi perhatian KPK.

“Pertama, KPK menemukan bahwa selama ini negara telah dirugikan Rp12,4 miliar per­bulan karena masih menam­pung dan memberi makan narapidana yang sudah habis masa tahanannya,” terangnya dalam siaran pers yang dite­rima Fajar Indonesia Network, Selasa (2/5).

Ada unsur pelanggaran hak asasi manusia disitu. Harus­nya mereka sudah bebas, tambahnya

Selain itu, KPK juga mene­mukan tidak ada mekanisme check and balance dalam pemberian remisi kepada narapidana. KPK menemukan bahwa pengajuan remisi justru menjadi celah pemerasan terhadap narapidana.

“KPK juga menemukan ba­hwa koruptor yang diekse­kusi ke Lapas umum menda­patkan perlakuan istimewa karena mereka bisa menyuap orang-orang di sekelilingnya,” jelasnya

Selain itu KPK juga mene­mukan, adanya risiko penya­lahgunaan data karena lemah­nya Sistem Database Pema­syarakatan (SDP). Terakhir, KPK menemukan bahwa adanya potensi korupsi pada penyediaan bahan makanan. “Kajian ini menemukan bahwa selama ini hanya 50-70% ta­hanan dan narapidana yang mengonsumsi makanan di Lapas atau Rutan.” jelasnya.

Namun, pihak Lapas dan Rutan tetap melakukan pem­bayaran secara penuh. KPK menghitung, jumlah keru­gian negara sekurang-kurang­nya Rp520 Miliar.

Lewat kajian ini, KPK telah memberikan 18 rekomen­dasi perbaikan kepada Direk­tur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM.

Agus juga mendukung wa­cana penempatan narapi­dana kasus tindak pidana korupsi ke Lapas Nusa­kambangan. Agus Rahardjo mengatakan bahwa seharus­nya koruptor dihukum di Lapas berkelas Super Maxi­mum tersebut.Itu akan lebih baik, kata Agus.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan