NGAMPRAH– Rencana pengadaan untuk proyek insinerator dalam pengelolaan sampah di pasar tradisional di Kabupaten Bandung Barat makin tidak jelas. Sebab, penerapan teknologi pembakaran sampah tersebut hingga kini tidak mendapatkan respon dari sejumlah perusahaan.
“Sampai saat ini belum ada respon dari pihak perusahaan, kan awalnya pembangunan insinerator di pasar tradisional akan didanai perusahaan melalui program CSR,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup KBB Apung Hadiat Purwoko, Senin (28/1).
Apung menyebutkan, penerapan insinerator di pasar tradisional sebenarnya cukup memungkinkan karena digunakan untuk skala kecil. Di pasar tradisional, teknologi ini bisa membakar sampah sebanyak 8 ton per hari.
Rencana penerapan teknologi insinerator skala kecil tersebut terinspirasi dari pengolahan sampah di Sespim Polri Lembang. “Beberapa waktu lalu, kami bersama Pak Bupati meninjau pengolahan sampah di sana, dan memungkinkan juga untuk diterapkan di pasar-pasar tradisional,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, biaya yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi tersebut yaitu sekitar Rp 800 juta. Namun karena teknologi ini belum punya hak paten, tidak bisa menggunakan APBD. Jadi, biayanya akan didorong dari dana CSR perusahaan.
“Nantinya, ada PAD juga yang masuk ke pemerintah daerah. Sementara pengelolaannya, diserahkan kepada managemen pasar tradisional,” tuturnya.
Untuk skala kecil, lanjut dia, insinerator baru diterapkan di Desa Gudangkahuripan bekerja sama dengan ITB. Namun, pengelolaannya diserahkan langsung kepada pemerintah desa lantaran insinerator tersebut dibangun di atas lahan desa.
Dia pun memahami, teknologi insinerator cukup beresiko akibat gas buang yang dihasilkan. Namun dalam skala kecil, hal itu bisa saja diminimalisasi. “Termasuk nanti harus ada juga lahannya yang memungkinkan untuk menerapkan insinerator,” ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini volume sampah di Kabupaten Bandung Barat per hari mencapai 600 ton. Namun, hanya 150 ton yang terangkut ke TPA. Hal ini disebabkan jumlah armada yang minim, tak sebanding dengan luas jangkauan pelayanan.
Untuk mengatasi hal itu, beberapa alternatif pernah dikemukakan. Termasuk di antaranya, rencana pembangunan insinerator di TPA Sarimukti. Namun, rencana tersebut gagal dieksekusi lantaran dinilai masih terlalu mentah. (drx)