RUU Pesantren Perlu Dikaji

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Agama tengah diusulkan menjadi RUU inisiatif DPR. Fraksi PKS termasuk di antara frakasi yang menyambut baik kehadiran RUU ini.

Anggota Komisi X DPR dari FPKS Ledia Hanifa melihat bahwa amanah UUD Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa akan semakin terwujud dengan kehadiran RUU ini.

Menurut Ledia, Fraksi PKS menilai Pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, tidak hanya dalam hal peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkarakter religius, bermoral dalam kehidupan sosial, serta menguasai pengetahuan dan teknologi tetapi juga berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat.

Meski menyambut baik kehadiran RUU ini, Ledia menilai ada beberapa poin yang tetap perlu dicermati bersama antara pemerintah dan DPR kelak dalam menggodok RUU ini menjadi Undang-undang diantaranya soal ragam metode pendidikan.
Ledia menjabarkan selama ini beragam ciri khas pengajaran pesantren telah tumbuh dan menjadi bagian dinamika pendidikan di negeri ini bahkan sejak sebelum masa kemerdekaan. Ada pesantren bermetode ajar tradisional dengan kurikulum khas keagamaan, pesantren yang bermetode ajar modern dengan kurikulum mengacu kurikulum diknas, pesantren yang mengacu pada kurikulum kementrian agama, pun pesantren yang memadukan metode ajar modern dengan rujukan pada kurikulum berkurikulum tradisional.

Karenanya, Ledia berharap RUU ini tetap bisa mengakomodir kekhasan tersebut dan tidak terjebak pada upaya mengarahkan metode pengajaran pesantren pada satu model.

”Ragam metode pendidikan dengan rujukan yang juga beragam telah menjadi ciri khas pesantren-pesantren di Indonesia. Pengaturan mengenai pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan ini diharapkan kelak tidak menghilangkan kekhasan ini. Bahkan adanya metode ajar dan rujukan yang diperkaya dengan muatan lokal dan budaya setempat seharusnya bisa didukung untuk tetap berlangsung,” katanya.

Terkait hal ini, Ledia pun mengingatkan agar RUU ini kelak memuat skema kurikulum pendidikan berbasis keagamaan dan pesantren secara global dengan memperhatikan kekhususannya, kemudian pengaturan yang lebih operasional dalam peraturan pelaksana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan