Menurut data yang dirilis Crowd DNA, remaja generasi digital lebih memilih telepon seluler (ponsel) dibanding televisi. Presentasenya di Indonesia mencapai 69 persen, dan Asia sebanyak 60 persen. Mereka juga selalu terhubung dengan internet. Jumlahnya di Indonesia mencapai 73 persen, Asia 70 persen.
Generasi Digital lebih tahu teknologi dibanding orang tua. Jumlah di Indonesia mencapai 75 persen. Sedangkan Asia sebanyak 74 persen. Jumlah generasi digital yang suka berinteraksi di internet di Indonesia mencapai 54 persen, Asia sebanyak 55 persen. Mereka merasa ada yang kurang tanpa media sosial. Generasi yang mengalami hal seperti ini di Indonesia mencapai 69 persen, Asia sebanyak 46 persen.
Mencermati sifat dan karakter generasi masa kini muncul tiga tantangan. Pertama tantangan dalam konteks kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara. Kedua, daya saing dan kolaborasi antarbangsa. Ketiga, mengantarkan generasi bangsa ke Generasi Emas 2045. Siapakah Generasi Emas 2045 itu? Apakah Generasi Emas 2045 adalah generasi yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt Tuhan Yang Maha Kuasa, cerdas, berkarakter, tangguh, toleran, berjati diri budaya bangsa, toleran terhadap keragaman, berkecakapan abad 21, dan mendayagunakan iptek bagi kemaslahatan manusia? Dengan sosok GE 2045 seperti dirumuskan apakah hakikat atau makna pendidikan akan harus berubah?
Baca Juga:Islandia Perdayai Indonesia Selection 6-0Kim Perpanjang Kontrak Hingga 2021
Masih relevankah esensi pendidikan yang dirujuk saat ini untuk dimaknai dalam konteks kekinian? Dalam Pasal 1 (1) UU Nomor 20/2003 disebutkan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan (sebagai landasan dan tujuan hidup). pengendalian diri (kecakapan dalam memilih mengambil keputusan, dan tanggung jawab), kepribadian ( sebagai warga negara, warga global, dan warga yang toleran), kecerdasan (dalam memilih, beretika, cermat, kreatif, inovatif, dan pekerja keras), berakhlak mulia ( berperilaku baik dan benar) serta keterampilan (secara kognitif dan psikomotorik diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pemaknaan atas rumusan pendidikan di atas menunjukkan bahwa esensi dan makna pendidikan yang dirujuk selama ini tetap relevan dengan esensi dan makna pendidikan bagi manusia di era digital. Esensi pendidikan tidak berubah, tapi pemaknaan diberikan secara kontekstual. Demikian pula hakikat manusia tidak berubah, melainkan difahami dan difasilitasi untuk berkembang dalam konteks yang berbeda.
