Tantangan Pendidikan Dalam Era Digital

Pendidikan adalah barang publik, hak asasi manusia yang fundamental dan dasar untuk menjamin terwujudnya hak-hak lainnya. Pendidikan sangat penting untuk perdamaian, toleransi, pemenuhan manusia dan pembangunan berkelanjutan. Pendidikan sebagai kunci untuk mencapai pemberdayaan kerja dan pemberantasan secara penuh. Aksesibilitas, pemerataan dan inklusi, kualitas dan hasil belajar, dalam pendekatan pembelajaran sepanjang hayat untuk semua.

Sisi Lain Generasi Era Digital

Perilaku kekerasan yang kerap terjadi pada remaja berentang dari perilaku verbal sampai tindakan fisik. Perilaku kekerasan (violent behavior) terwujud dalam buli, gosip, mengancam, mengucilkan, mengolok-olokan, memanggil dengan nama panggilan yang melecehkan, memukul, menendang dan sebagainya. Kenakalan seperti ini bisa menimbulkan konflik, perkelahian, tekanan psikologis, sampai kepada bunuh diri.

Perilaku kekerasan di kehidupan sekolah seperti ini acapkali dilakukan tidak hanya oleh siswa ke siswa. Tapi juga oleh guru ke siswa. Perilaku kekerasan akan menumbuhkan kultur kehidupan sekolah yang tidakaman dan damai dan tidak kondusif bagi perkembangan kepribadian peserta didik.

Kultur sekolah semacam itu tidak akan mendukung penumbuhan karakter. Sementara karakter tumbuh sebagai proses internalisasi nilai dan tidak sebatas tataran pemahaman konsep secara kognitif.

Karakter dan perilaku damai tumbuh melalui dan di dalam atmosfir sekolah yang dikembangkan melalui proses pembelajaran ataupun kegiatan di luar kelas.

Dalam konteks ini peran guru tidak bisa digantikan oleh teknologi, melainkan guru harus mampu memanfaatkan teknologi sebagai alat bekerja di dalam mengembangkan kultur pendidikan yang menumbuhkan kpribadian peserta didik.

Apa yang Terjadi dengan Gaya Kognitif Siswa?

Gaya kognitif dan tren perilaku kekerasan di antara anak kelas 4-5 menunjukkan cenderung menjadi gaya yang tidak berdiferensiasi yang menggambarkan proses berpikir linier, dikotomis, dan lebih menggunakan otak belahan kiri. Ada kepercayaan normatif dalam gaya kognisi anak bahwa kekerasan dibenarkan untuk dibalas. Pola perilaku atau tindakan balas dendam cenderung dilakukan dengan reaksi agresi dan tindakan fisik.

Predisposisi pemikiran seperti yang dijelaskan di atas sangat berbahaya bagi persatuan nasional, harmoni internasional dan kehidupan umat manusia. Kecenderungan dalam perilaku kekerasan, radikalisme, dan konflik dapat dicegah melalui pengembangan pemikiran nir-kekerasan yang saling tergantung melalui upaya pendidikan sejak masa kanak-kanak

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan