Pemandu Museum Alquran Kangen Bahasa Cirebon

Di bagian dalam Masjid Nabawi, jamaah haji Indonesia terlihat paling banyak berkumpul di bagian belakang usai salat Maghrib, Jumat (22/9). Di pintu 20 Gate King Fahd.

Di situ, mereka duduk  membentuk lingkaran. Seorang ustad  duduk di tengah. Saking banyaknya, sampai mengambil tempat sekira seperempat lapangan sepak bola. Di situlah jamaah berkumpul mendengarkan ceramah ustad tentang seri bersambung hikmah kisah Nabi Yusuf. Sebenarnya materi bukan hanya itu. Bisa berisi tentang aqidah, adab, dan tauhid. Disampaikan setiap hari usai salat subuh, ashar dan maghrib. Di musim haji ini, Dr Firanda Andirja MA dan Dr Abdullah Roy MA yang berceramah kepada jamaah sejak 29 Juli.

Selain asal Indonesia, Nabawi  menyiapkan penceramah bagi jamaah negara lain. Di antaranya, penceramah berbahasa Afghanistan, India, Sudan, dan berbahasa Arab sendiri. Waktu ceramah dilakukan bersamaan, hanya beda tempat.

Kepada Jabar Ekspres ini, Firanda Andirja yang berasal dari Jakarta Timur mengatakan, penceramah berbahasa Indonesia sudah ada sejak 2012. Diberikan pemerintah Arab Saudi sebagai bentuk perhatian kepada jamaah. Bertujuan semakin menghayati selama beribadah di Tanah Suci. ”Bagi Saudi ngga ada untungnya sama sekali selain ingin melayani jamaah Indonesia. Harapannya kita semakin dekat dengan Allah SWT,” kata pria yang ditunjuk Pemerintah Arab Saudi sejak 2015 mengisi kajian Islam berbahasa Indonesia ini.

Pimpinan Yayasan Wadi Fatimah Kabupaten Cirebon KH Dr Slamet Firdaus mengungkapkan, banyak manfaat bagi jamaah haji atas layanan yang diberikan Masjid Nabawi selama berhaji. Tapi, tidak kalah penting bagi jamaah adalah perbaikan perilaku pasca pulang dari Tanah Suci. Baik itu peribadatan kepada Allah SWT maupun hubungan antar sesama manusia  ”Agar kita betul bisa jadi haji yang mabrur, pulang dari sini harus lebih baik,’’ terang dia yang juga sedang di Madinah.

Nah, jika soal belanja atau membeli oleh-oleh, pedagang di sekitar masjid banyak sekali. Mulai yang toko, mal, tenda, semi permanen, sampai jalanan. Mereka cukup piawai berbahasa Indonesia meski berwajah Arab. Setidaknya saat menyebut harga. Halal untuk boleh. Haram saat tidak boleh. Bakhil untuk pelit ketika jamaah haji Indonesia menawar harga jauh di bawah dari yang ditawarkan. (*/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan