Laporan Pungli Tidak Terbukti

Beberapa kasus pungli di sekolah memang terbukti. Di antaranya yang dilakukan oleh Kepala SMAN 27 Kota Bandung berinisial NK. Dia diduga memungut uang pendaftar Rp 12 juta untuk 79 pelamar jalur nonreguler. Kasus lainnya ada di Jayapura. Ada oknum kepala sekolah dan guru yang memotong uang bantuan siswa miskin.

Muhadjir menegaskan pungutan atau sumbangan pendidikan tidak boleh dikaitkan dengan penerimaan siswa baru. Dia menjelaskan penerimaan siswa baru harus murni berdasarkan pertimbangan akademik. Tidak boleh karena orangtuanya berani membayar sumbangan besar. Sedangkan praktik memotong uang bantuan siswa miskin menurut dia jelas sebuah pelanggaran. Muhadjir juga mengatakan uang hasil sumbangan yang resmi masuk ke kas sekolah, bukan kantong pribadi kepala sekolah atau guru.

Irjen Kemendikbud Daryanto menjelaskan laporan pungli yang masuk ke Tim Saber Pungli hampir seluruhnya terjadi di daerah. Meskipun begitu dia mengatakan Kemendikbud bukan berarti cuci tangan. ’’Kita tetap menanganinya dan berkoordinasi dengan tim saber pungli,’’ jelasnya.

Setelah tidak mengurusi pendidikan tinggi, praktis kewenangan teknis Kemendikbud di sektor pendidikan semakin sedikit. Urusan penerimaan peserta didik baru ada di tangan sekolah atau dinas pendidikan setempat. Urusan dana BOS juga langsung dari Kemenkeu ke sekolah. Lalu untuk gaji guru dan tunjangan profesi guru PNS juga langsung dari Kemenkeu ke daerah atau guru.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang, Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berjanji terus meningkatkan kinerja Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Berdasar data yang dia terima, sampai akhir bulan lalu laporan masyarakat berkaitan dengan hukum masih tinggi.

Bahkan Polri dan Kemenkumham masuk dalam jajaran instansi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat. Selain itu, laporan pungli pada bidang pendidikan juga tinggi. ”Yang paling banyak dilaporkan Kemendikbud, Kemenhub, Kemenkes, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenag, Kemenkeu, Polri, dan TNI,” terang Wiranto kemarin (1/8).

Secara lebih rinci dia menyebutkan bahwa layanan yang berkaitan dengan masyarakat. ”Masalah pengaduan paling banyak pada pelayanan masyarakat 36 persen, hukum 26 persen, pendidikan 18 persen, perizinan 12 persen, dan kepegawaian 8 persen,” ungkap Wiranto di sela agenda diskusi bersama pimpinan media masa itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan