Kesempatan pindah tugas ke ibu kota Kabupaten Bengkalis tidak dia indahkan. Bagi dia, lebih baik mengajar di Kecamatan Rupat Utara dengan peluh di sekujur tubuh ketimbang pindah tempat mengajar. Di samping asli dari Kecamatan Rupat Utara, dia kurang yakin bahwa ada guru lain yang bersedia ditugaskan di kecamatan tersebut.
Berkat tekad itu, Syawaliah berhasil mencetak anak-anak berpendidikan dari wilayah yang bersebelahan langsung dengan Selat Malaka tersebut. Meski tidak semua meneruskan pendidikan sampai perguruan tinggi, setidaknya mereka bisa mengeyam pendidikan sampai tingkat SMA. Tidak berhenti di tingkat SD atau SMP.
Berkat tekad itu pula, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengganjar Syawaliah sebagai salah satu guru berdedikasi yang puluhan tahun mengabdikan diri di wilayah perbatasan. Tempat yang jauh dari keramaian kota serta bersebelahan langsung dengan negara tetangga, Malaysia.
Baca Juga:Kir Swasta Mulai Pertengahan MeiHadapi Persegres, Essien-Cole Berpeluang Tampil
Lebih dari itu, Kecamatan Rupat Utara tempat Syawaliah bertugas termasuk daerah khusus di Kabupaten Bengkalis. Sebab, untuk mencapai kecamatan tersebut dari ibu kota kabupaten, harus dua kali menyeberang laut dan melalui perjalanan darat yang melelahkan. ”Kalau berangkat jam tujuh pagi, sampai Bengkalis jam tiga sore,” ungkapnya.
Artinya, sedikitnya dibutuhkan delapan jam untuk sampai di ibu kota kabupaten dari tempat Syawaliah bertugas. Ketika masih bertugas di sekolah, dia memang tidak sering bepergian ke wilayah itu. Namun, sejak tahun lalu tidak demikian.
Sebab, Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkalis memberi dia kepercayaan sebagai kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Rupat Utara. Alhasil, dia harus bolak-balik ke kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkalis di ibu kota kabupaten. Dia juga harus siap inspeksi ke seluruh SD dan SMP di Rupat Utara. Meski jumlah SD dan SMP hanya 18 unit, jangan berharap bisa menginspeksi seluruh sekolah itu dalam sehari. ”Tidak akan selesai,” imbuhnya.
Sebab, tidak semua sekolah dapat dijangkau dengan jalur darat. Beberapa sekolah harus disambangi setelah Syawaliah melintasi dua sungai yang bermuara di Selat Malaka. SD di Desa Kadur misalnya. ”Harus naik pompong, lewati dua sungai,” jelasnya.
