Nasirun, si Pengumpul Karya Pejuang Kebudayaan

Banyak cerita ketika dia bertemu dengan ahli waris yang lama-lama menumbuhkan kepercayaan kepadanya untuk merawat secuil sejarah. Bahkan ada lukisan mendiang gurunya, Wardoyo, pelukis dengan media pastel, yang diberikan padanya.

’’Ini dititipkan begitu saja kepada saya, tanpa orangnya meninggalkan nama dan alamat. Sampai sekarang saya nggak tahu siapa yang ngasih,’’ urainya.

Memang banyak hal tentang Nasirun yang tak bisa dilogikakan. ’’Saya bukan pengusaha. Kalau lukisan saya laku pun harus saya bagi untuk  keluarga, profesi, dan koleksi,’’ akunya.

’’Saya hanya bersandar pada profesi saya. Dan mereka bersandar kepada saya,’’ lanjutnya. ’’Tapi bagi saya, itu yang membuat saya bugar dan yakin pada profesi. Karena ada sesuatu yang saya perjuangkan,’’ tambahnya.

Nasirun rela tidak jadi seniman. ’’Karya saya nggak usah dihitunglah, kelas RT (rukun tetangga) juga nggak apa-apa. Hahaha,’’ ucapnya tergelak. ’’Tapi saya nggak rela kalau karya-karya pendahulu saya dilupakan. Nggak rela,’’ katanya kembali menegaskan.

Sepanjang mengajak saya berkeliling ruang koleksi, memang ada begitu banyak cerita di balik karya-karya koleksi Nasirun. ’’Kalau saya tulis bisa sampai Klaten panjangnya,’’ katanya.

Salah satunya cerita lukisan-lukisan maestro Fadjar Sidik yang kini jadi koleksinya. Fadjar Sidik adalah guru yang sangat dihormati oleh Nasirun. ’’Dua minggu sebelum beliau meninggal, dia minta saya datang. Saya disuruh mijit padahal bukan tukang pijit,’’ ceritanya.

Ketika memijat itulah, Fadjar bercerita kalau dirinya harus cuci darah. Dan dia mempercayakan lukisan-lukisannya itu di tangan Nasirun. Nasirun pun menyanggupi. ’’Nah goblok-nya saya, saya nggak mudeng kalau ternyata cuci darah itu biayanya besar. Kirain cuma kayak suntik. Padahal saya kadung jawab iya, hahahaha,’’ ungkapnya.

Kesanggupannya itu membuat Nasirun terpacu untuk memenuhi. Apalagi Fadjar Sidik adalah guru yang sangat dia hormati. Bagi Nasirun, Fadjar Sidik adalah tokoh besar.

Ada sesuatu yang dia lihat ketika proses pertemuan dengan sang guru itu terjadi. Nasirun meminta izin untuk ke kamar kecil. Tapi, dia lalu diam-diam membuka tempat makanan di ruang belakang rumah Fadjar Sidik.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan