Terlibat Jaringan Teroris di Bekasi , Satu Keluarga Diringkus Densus 88

Menurut ketua RT setempat, Aang Suryana mengatakan, tidak manaruh curiga atas perbuatan pelaku. Namun dalam beberpaa bulan terjadi perubahan drastis TS dari biasanya. Dari cara pakaian, gerak-gerik dan cara pergaulan dengan tetangga.

”Biasanya TS dan suaminya bergaul dengan tetangga, namun akhir-akhir ini berubah,” papar Aan kepada wartawan.

Selain di Tasikmalaya,  Tim Densus 88 juga menangkap tiga terduga anggota jaringan teror lainnya di Depok. Dalam kesempatan itu Korps Bhayangkara mengungkap hasil olah tempat kejadian perkara (Olah TKP), dalam bom panci terkandung bahan peledak dengan tipe prime high explosive Triaseton Triperokside (TAPT).

Ketiga orang tersebut adalah, Imam Syafii, Sumarno, dan Sunarto. Ketiganya terhubung dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan berkoordinasi dengan Bahrun Naim. Tidak hanya itu, ada juga sejumlah aksi teror yang pernah dilakukan. misalnya, Imam Syafii yang melakukan dua aksi teror di sebuah minimarket pada 25 November dan Candi Resto pada 3 Desember. ”Akhirnya bisa ditangkap juga,” ungkapnya.

Sumarno dan Sunaro juga terlibat dengan aksi yang sama. Yang pasti, ketiganya juga terhubung dengan Bahrun Naim, serta kelompok yang merencanakan aksi bom panci tersebut. ”Pemeriksaan terus dilakukan,” terang mantan Kapolda Banten tersebut kemarin.

Menurutnya, bahkan ketiganya terbilang cukup lama menjadi anggota jaringan teror. Mereka mengikuti pertemuan kelompok teror beberapa tahun lalu. Yang mendapatkan instruksi secara langsung oleh Amman Abdurrahman melalui teleconference. ”Mereka langsung mendapatkan instruksi,” ujarnya.

Ada temuan terbaru terkait bom panci, Boy menuturkan bahwa berdasar hasil olah TKP ternyata ditemukan bahan TAPT yang jenisnya prime high explosive. Jenis tersebut sangat sensitif karakternya, sehingga bila tidak hati-hati sekali bisa jadi meledak. ”Gesekan-gesekan, goncangan bisa saja meledakkannya,” terangnya.

Karena itulah, Densus 88 Anti Teror langsung memutuskan untuk meledakkan bom tersebut dilokasi. Bila, bom itu dibawa, justru bisa menimbulkan risiko yang lebih besar. ”Ini demi alasan keamanan,” terangnya.

Dia mengatakan, polisi tidak ingin mengambil risiko bom tersebut meledak saat dibawa. Karena bisa jadi, mengancam petugas atau malah masyarakat umum. ”Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan,” paparnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan