bandungekspres.co.id, JAKARTA – Beragam bencana terjadi di penjuru Indonesia. Tahun ini, jumlah bencana bahkan yang terbanyak dalam 10 tahun terakhir. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, hingga 11 November, sebanyak 1.985 bencana terjadi di tanah air.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah banjir. Yakni, 659 kejadian atau 33 persen dari total bencana alam. Disusul longsor dengan 485 kejadian, serta kombinasi banjir longsor sebanyak 53 kali. Jika ditotal, 64 persen dari bencana di Indonesia merupakan bencana air.
’’Bencana yang paling mematikan adalah longsor dengan korban tewas 161 jiwa. Banjir menyebabkan 136 jiwa tewas. Sedangkan kombinasi banjir dan longsor mengakibatkan 46 korban tewas,’’ kata Sutopo.
Sutopo mengingatkan, fenomena La Nina dan Dipole Mode negatif menyebabkan sebaran daerah rawan bencana lebih luas. Misalnya, Bandung yang secara beruntun mengalami bencana. Ibukota Jawa Barat itu dikepung banjir dalam beberapa hari terakhir. Selain drainase kota yang buruk, banjir di Bandung juga dipicu hujan beritensitas tinggi.
Untuk menghadapi bencana air, pemerintah mengumpulkan delapan kementerian dalam Gerakan Nasional kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA). Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, program yang dicanangkan pada 2005 itu disiapkan untuk menghadapi ancaman kelangkaan air. Namun, seiring waktu berjalan, masalah drainase dan lingkungan yang tak mampu menampung aliran air saat kondisi ekstrim pun menjadi masalah besar bagi Indonesia.
Bencana-bencana seperi banjir dan longsor terus terjadi tahun ini. Sedangkan, di daerah lain justru mengalami kekeringan dan kebakaran hutan. Ditengah situasi tersebut, Tjahjo mengaku kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang kadang tak sinkron menjadi salah satu hambatan.
’’Masalah sinkronisasi dan harmonisasi dalam konteks tanah, hutan, dan air jadi kata kunci. Kadang, kebijakan pemerintah pusat juga tidak cocok dengan keadaan geografis daerah,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (14/11).
Di sisi lain, beberapa pemda juga belum punya pemikiran maju untuk menjaga lingkungan dan infrastruktur terkait pengelolaan air. Dia menemukan ada peerintah daerah yang mempunyai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) meski jumlah daerah aliran sungai (DAS) yang masuk kategori kritis terus meningkat.