Di Barak, Pram Mendongengkan Novel-novelnya

Menurut Tumiso, kawan senasib Pram, selama berada di Unit III, Pram sering mendongeng di hadapan para tapol lainnya. Aktivitas mendongeng itu, kata Pram sebagaimana dituturkan Tumiso, dilakukan untuk melepas kepenatan sekaligus menghibur diri hidup di pengasingan. Aktivitas mendongeng itu dilakukan Pram ketika istirahat siang atau saat menjemur gabah dan setelah apel sore menjelang magrib.

Lantaran yang bercerita adalah seorang sastrawan besar, tak heran bila acara itu selalu ditunggu para tapol. Dari hari ke hari, makin banyak yang mendengarkan dongeng Pram. Apalagi cerita yang didongengkan adalah cuplikan-cuplikan kisah dalam novel-novelnya yang kemudian dikenal dengan seri tetralogi Pulau Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

”Saya sampai penasaran dengan sosok Nyai Ontosoroh yang digambarkan Pak Pram ayu seperti bintang film Indonesia era 1950-an, Fifi Young,” kata Tumiso.

Para tapol sangat senang mendapat hiburan gratis dari Pram yang jago mendongeng. Untuk mendukung aktivitas mendongeng Pram, Tumiso dan tapol lainnya membantu menyediakan kertas. Maka, jadilah kertas-kertas bungkus semen yang dipotong-potong seukuran block note menjadi wahana menulis Pram.

Sayang, ketika Kamis (6/10) kami mengunjungi Unit III Wanayasa di kawasan Waeleman, sudah tak ada bekas bangunan yang tersisa. Barak-barak yang dibangun para tapol sudah tak berbekas. Malahan, Tumiso tak ingat lagi bagian-bagian di barak itu. Yang ada kini semak belukar dan deretan hutan jati.

Saya dan Tumiso kemudian mampir mengunjungi makam para tapol di Unit III Wanayasa. Beruntung masih ada meski kondisinya memprihatinkan. Makam itu kini berada di tengah hutan jati. Bagi yang tidak ingat letak makam itu, pasti sulit menemukannya.

Itu pula yang dialami Tumiso. Dia sudah kehilangan jejak. Untung ada Pariyem, transmigran asal Banjar Patroman, Jabar. Pariyem-lah yang kemudian menjadi penunjuk jalan bagi kami untuk menuju makam itu. Ada puluhan nisan yang menjadi saksi bisu liarnya Pulau Buru kala itu.

”Ya baru Pak Tumiso ini yang ke sini dan masih ingat teman-temannya,” kata Pariyem sambil membersihkan rumput-rumput tinggi yang menutupi makam para tapol tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan