Pancasila Belum Banyak Diamalkan, Libur Nasional Identik dengan Malas

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Tokoh perempuan Jawa Barat, Popong Otje Djunjunan menolak 1 Juni dijadikan sebagai hari nasional. Bagi dia, lahirnya Pancasila bukan pada 1 Juni, melainkan 18 Agutus 1945. Itu tercantum dengan jelas pada Undang-undang Dasar 1945.

Popong Otje Djundjunan
Popong Otje Djundjunan

”Argumentasinya apa kalau 1 Juni menjadi hari libur nasional, naon coba dijelaskeun argumentasina (apa coba argumentasinya, Red),” ucap perempuan yang akrab disapa Ceu Popong kepada Bandung Ekspres seusai mengisi diskusi di Gedung Merdeka, Senin (30/5) lalu.

Dia mengatakan, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur, sehingga kontraproduktif dengan kondisi dan kompetisi saat ini. Bahkan dia juga menyatakan, Pancasila bukan hasil karya Soekarno semata. Melainkan, melibatkan pemikiran dari Muh. Yamin dan Dr Supomo.

Ceu Popong menyayangkan, selama ini hanya Bung Karno dianggap sebagai tokoh yang mencetuskan Pancasila. Padahal, jika dibaca lagi, terdapat kata-kata yang aneh yang ditulis Soekarno ketika merumuskan Pancasila. Yaitu Ketuhanan yang berkebudayaan. ”Sudah jelas ada tiga orang yang terlibat dalam perumusan Pancasila,” katanya.

Di tempat yang lain, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid mengatakan, jika bercermin kepada beberapa hal yang terjadi di Indonesia, tidak indah jika harus menambah hari libur. ”Dengan melihat hal tersebut, dibutuhkan kerja keras dari semua pihak untul memperbaiki hal tersebut,” katanya.

Apalagi jika bercermin pada keadaan Soekarno dahulu, dia mengaku, menyayangkan jika 1 Juni dijadikan libur nasional. Sebab, selama ini, hari libur dimaknai sebagai dengan bermalas-malasan. ”Sehingga tidak relevan dengan keadaan dulu. Apalagi sekarang,” tegasnya.

Bahkan, lanjut dia, Bung Karno siap melakukan rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan berpidato di depan para tokoh. ”Akan tetapi jika hari libur nasional ini dimaknai dengan kegiatan masyarakat ber-Pancasila seperti mendalami, mengamalkan dan menyosialisasi Pancasila, maka itu bisa dianggap sebagai hari libur,” paparnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Karim Suryadi mengatakan, dinyatakan libur atau tidak bukan menjadi masalah. ”Yang menjadi penting adalah pembaruan komitmen kebangsaan di mana terdapat dilema partisan, sukuisme, sekterian dan lainnya,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan