Persepsi Masyarakat Bersebrangan, HST Picu Konflik Sosial

”Memang belum seluruhnya dilakukan sosialisasi. Makanya secara bertahap kami dari aparat desa juga akan melakukan koordinasi dengan PT KCIC,” paparnya.

Lebih jauh Tedi menyebutkan, sementara ini lahan masyarakat yang sudah terdata akan terkena jalur kereta cepat dimiliki oleh 58 orang. Jumlah tersebut hanya dari RW 8, yakni di RT 1 dan RT 2. “Kita belum tahu ke depannya apakah ada penambahan lahan warga yang terkena dampak atau tidak,” paparnya.

Sementara itu, PT KCIC mengupayakan secepatnya akan menuntaskan permasalahan pembebasan lahan milik warga. Pasalnya, saat ini PT KCIC masih melakukan koordinasi dengan sejumlah pemerintah daerah yang terdampak proyek kereta cepat ini. ”Kami akan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait pembebasan lahan milik warga,” kata Direktur Utama PT KCIC, Hanggoro Budi Wiryawan melalui Humas PT KCIC Febriyanto saat dihubungi.

Menurut Febriyanto, saat ini pihaknya sudah melakukan proses pembangunan infrastruktur secara bertahap di lahan yang benar-benar tuntas menyangkut dengan soal pembebasan lahan tepatnya di lahan milik PTPN VIII. ”Lahan yang sudah jelas seperti lahan milik PTPN VIII tentu kita sudah bangun infrastrukturnya. Lahan ini juga sudah mendapatkan izin pembangunan dengan panjang 5 kilometer dari Kementerian Perhubungan,” paparnya.

Selain persoalan pembebasan lahan warga, kata dia, pihaknya juga saat ini tengah berupaya meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait dengan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW). ”Perubahan RTRW terlebih dahulu harus dilakukan,” ujarnya.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang lokasi persinggahan (transit oriented development/TOD) berada di Perkebunan Teh Mandalawangi Maswati di Kecamatan Cikalongwetan Kabupaten Bandung Barat. Dari luas total perkebunan teh yang mencapai 2.800 hektare, sebanyak 1.270 hektare di antaranya akan dijadikan untuk pengembangan kawasan lokasi kereta cepat. (edy/drx/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan