Persepsi Masyarakat Bersebrangan, HST Picu Konflik Sosial

Secara teknis, kereta cepat kemungkinan mulai beroperasi 2019 dengan periode konstruksi 2016-2018 (groundbreaking 21 Januari 2016 lalu).

Estimasi waktu tempuh kereta cepat, ucap Kamalia, capai 45 menit Bandung-Jakarta. Dalam sehari kereta cepat tersebut direncanakan beroperasi 18 jam dengan kecepatan total 350 kilometer per jam. Namun dalam tahap awal hanya akan dioperasikan hingga 200 kilometer per jam.

”Diproyeksikan dapat mengangkut 583 orang sekali jalan, sedang dalam situasi puncak total penumpang bisa melebihi 1.000 orang,” terang Kamalia.

”PT  Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) keluarkan biaya pembangunan diperkirakan mencapai Rp 77 triliun (USD 5,5 miliar) dengan pendanaan yang akan dibiayai  PT KCIC sebesar 25 persen dan 75 persen sisanya dari utang luar negeri,” pungkas Kamalia.

Di bagian lain, proyek kereta cepat yang sebelumnya sudah melakukan pematokan di Kampung Sumurbor Desa Cilame Kecamatan Ngamprah, kini kembali melakukan patok disertai pengeboran di lahan sejumlah warga di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.

Pangeboran ini banyak dipertanyakan masyarakat sekitar lantaran dilakukan tanpa adanya sosialisasi secara menyeluruh.

Seorang warga, Aah, 45, di Kampung Parakan Desa Bojongkoneng mengungkapkan, pengeboran dan pematokan ini sudah dilakukan sekitar 10 hari lalu. Sejumlah warga juga tidak mengetahui tentang adanya pematokan dan pengeboran ini.

”Memang ada informasi kalau pengeboran ini untuk proyek kereta cepat. Tapi, hal ini dilakukan secara mendadak,” katanya kepada wartawan di Ngamprah, kemarin.

Sementara itu, Kepala Desa Bojongkoneng Tedi Hertiadi menjelaskan, di Bojongkoneng terdapat empat lokasi pengeboran, yakni di RT 1 dan di RT 2. Di kedua RT itu pula, terdapat banyak patok untuk kepentingan proyek kereta cepat. ”Memang di desa kami banyak juga masyarakat yang terkena proyek kereta cepat ini. Pengeboran itu berkedalaman sekitar 50 meter, tapi diameternya kecil, paling 10 sentimeter,” ungkapnya.

Dari hasil komunikasi dengan PT KCIC, Tedi menyatakan, lahan warga yang terkena pengeboran akan dibebaskan, sekitar 30-50 meter dari titik pengeboran. ”Kalau yang kena pengeboran sudah ada izin dari pemiliknya, sudah dikasih kompensasinya juga,” ujarnya.

Menurut dia, pihak KCIC selalu berkoordinasi dengan pihak desa terkait dengan pengerjaan proyek kereta cepat. Akan tetapi, sosialisasi langsung kepada masyarakat belum dilakukan oleh KCIC. Selama ini, kata Tedi, pihak desa melalui pengurus RT/RW dan tokoh masyarakat yang menyosialisasikan keberadaan proyek itu kepada warga.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan