Generasi Ketiga yang Menghidupkan Musik Rote

Ketika ramai pengunjung, keluarga besar itu bisa mengantongi penghasilan hingga Rp 30 juta per bulan. Selain di rumah, sasando juga bisa dijual lintas daerah melalui pemesanan online atau via telepon. Mereka menjamin pengiriman aman, tidak sampai merusak fisik sasando.

Selain membuat sasando, pria kelahiran Rote, 20 Oktober 1939, itu membikin topi ti’i langga. Topi khas Kupang tersebut terbuat dari daun lontar, sama dengan sasando. Topi itu melengkung di kedua sisi. Lalu, di bagian atas, persis di atas kening, ada jambul. Yeremias menjelaskan, jambul di topi tersebut melambangkan bahwa manusia selalu ingat kepada Tuhan.

Bapak sepuluh anak itu lantas mengajak rombongan untuk melihat ”dapur” usahanya membuat sasando. Lokasi pembuatan sasando menempel persis di sisi kiri rumah. Bengkel tersebut cukup sederhana. Dindingnya terbuat dari bambu dan lantainya masih berupa tanah. Ukurannya 3×5 meter. Aneka perkakas seperti gunting, obeng, dan tang tertata rapi di sebuah meja kayu yang berukuran 1×2 meter.

Atas dedikasinya sebagai seniman dan perajin sasando, Yeremias dianugerahi gelar maestro (seniman senior) oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (kini Kementerian Pariwisata) pada 2007. Setahun sebelumnya, suami Dorce Pah itu mendapat penghargaan sebagai pelestari dan pengembang warisan budaya oleh Kemenbudpar. ”Saya bisa ketemu dan bermain sasando langsung di depan Pak SBY,” katanya dengan bangga.

Yeremias menyatakan, untuk membuat satu alat musik sasando, diperlukan waktu sekitar lima hari. Dalam membuat sasando, dia dibantu enam anak laki-lakinya. Selain itu, ada warga sekitar yang ikut membantunya. Tetapi, setelah itu, banyak yang keluar dan membuat usaha rumahan serupa di tempat lain.

Dia tidak mempermasalahkan meski usaha sasandonya ditembak orang lain. Dia lebih mengambil nilai positifnya. Yaitu, tradisi membuat sasando bisa meluas.

Terkait dengan pelestarian kebudayaan atau tradisi, Yeremias memiliki pandangan hidup. Yaitu, biarlah pohon sudah tumbang, tapi serabut akar masih bisa tumbuh lagi. Maksudnya, tidak masalah suatu saat nanti dia tak bisa berkesenian sasando, tapi tradisi itu harus bisa diteruskan oleh orang lain.

Tinggalkan Balasan