Bekerja Siang dan Malam, Pelototi Lebih dari 2 Ribu Foto

Meski demikian, Naif menyatakan bahwa kendala tetap saja ada. Jika sudah begitu, dia berusaha mencari jalan lain. Kalau bertemu dengan petugas yang sulit dimintai tolong, dia akan beralih ke petugas lain. Begitu seterusnya.

”Lazimnya, orang sini harus peluk kiri-kanan, cipika-cipiki. Ya kami lakukan semua itu. Kami perkenalkan Indonesia sehingga ada komunikasi,” kata Muchlis.

Akhirnya, akses terhadap arsip jenazah diperoleh. Berbeda dengan gedung galeri foto, tempat untuk menyimpan file itu berada di gedung yang sama dengan pemulasaraan jenazah. Persisnya di ruangan yang bersebelahan.

Dengan bertambahnya usia jenazah, otomatis perjuangan tim kian berat. Mereka bekerja di tengah sengatan bau. Tapi, Muchlis dan kawan-kawan tak mempermasalahkannya. Yang terpenting, akses ke arsip bisa didapat meskipun harus kucing-kucingan. Maksudnya, karena aturan tiap petugas bisa berbeda-beda, jika ada petugas yang melarang, tim identifikasi memilih menunggu.

”Paling geser aja dulu. Nanti sebentar, yang lain lagi mengajak kami masuk. Walaupun pada akhirnya kami diusir lagi. Itu tidak masalah. Di sini, yang ada cuma satu, yaitu ketidakpastian,” ujarnya.

Agar maksimal, para pemburu korban Mina itu harus bekerja siang dan malam. Mereka lebih intens bekerja malam. Sebab, situasi di Saudi lebih hidup saat malam, setelah isya.

Pada pagi dan siang, mereka berempat hanya melihat foto yang dirilis. Baru malam hari mereka mencocokkan file dengan jenazah. ”Kami harus ekstrahati-hati. Meski sudah ada rilis foto dan dokumen, tidak boleh langsung percaya. Harus dicocokkan langsung dengan jenazah,” tutur Muchlis.

Setelah itu, baru mereka mengonfirmasi petugas kloter, kerabat yang ikut berhaji, atau teman-teman sesama kloter. Hasilnya, paling banyak mereka bisa mengidentifikasi 31 korban tragedi Mina dalam semalam. Tapi, pernah juga seharian tak mendapat informasi sama sekali.

Secara keseluruhan, tim identifikasi harus memelototi lebih dari 2 ribu foto yang dirilis di Al Muaishim. Lalu, mereka mencocokkannya dengan arsip milik polisi dengan melihat nomor register.

”Jika file itu mendukung dugaan jenazah berasal dari Indonesia, seperti ada gelang identitas atau ada paspor atau lainnya, baru kami bisa memastikan bahwa itu adalah jenazah jamaah haji Indonesia,” tegasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan