Ada 200 Lubang Bekas Tembakan di Rumah Chikmud

Thailand Selatan, Thahan Phran dan Perdamaian yang Enggan Datang (1)   

Thahan Phran, laskar sipil bersenjata, membuat konflik di Thailand Selatan kian buruk. Karena dikira pegawai kerajaan, Jawa Pos (induk Bandung Ekspres) lolos dari pemeriksaan mereka di checkpoint menuju Pattani.

AQWAM FIAZMI HANIFAN, Pattani

LANGIT semakin gelap. Dari kejauhan terdengar suara mesin motor menderu disertai suara air yang berkecipak di tanah merah yang basah. Hujan memang baru saja reda.

Motor itu bergerak mendekati sebuah rumah panggung. Lampu depannya menyinari jalanan hutan yang dipenuhi pohon kakao, rambutan, mangga, serta karet

Rumah panggung yang terletak di Kampung Belukar Perak, Bachok, Provinsi Narathiwat, Thailand Selatan, itu terbuat dari kayu secara keseluruhan. Di halaman depan ada lapangan luas, tiga pohon kelapa, dan kandang lembu yang bersebelahan dengan semak belukar.

Begitu sampai, Chikmud Madman, 41, memarkir motor itu di bawah dekat tangga. Lalu, tiga anaknya, Ilyas, Bahari, dan Mujahid, serta sang istri, Fadhilah, 34, perlahan naik meniti anak tangga.

Mereka tidak tahu, beberapa menit sebelumnya, sepuluh personel paramiliter Thailand mengepung rumah yang diterangi bohlam itu. Dua orang berlindung di balik pohon kelapa, sisanya mengarahkan moncong senjata M-16 dari semak belukar.

Saat Fadhilah mulai memasukkan anak kunci dan Chikmud datang menghampiri, peluru berhamburan menerjang dari belakang. Seluruh anggota keluarga kena tembak. Ilyas dan Bahari langsung tumbang. Leher anak lelaki berusia 6 dan 9 tahun itu tertembus timah panas.

Fadhilah yang hamil tiga bulan terkapar. Untung, hanya siku yang tertembus. Tapi, pasukan penyerbu mengira dia sudah tewas. Chikmud yang bahunya tertembak dengan sempoyongan langsung lari ke belakang, meloncati jendela, dan lari ke hutan. Mujahid, 11, yang tergopoh-gopoh memegangi punggungnya yang bercucuran darah sempat lari ke dapur dan bersembunyi.

Penyerang berlarian mengejar memutar dari samping rumah. Frustrasi, mereka memberondong tembok bata dapur dengan peluru. Tragis, Mujahid yang takut sembari melipatkan kaki menempel ke dada dan punggungnya menempel ke tembok dapur tewas seketika.

Chikmud tak kuasa menitikkan air mata mengingat malam jahanam pada 3 Februari 2014 itu. ”Bagi kami, tak pernah ada keadilan,” kata Chikmud saat ditemui Jawa Pos di kediamannya Rabu (1/9).

Tinggalkan Balasan