[tie_list type=”minus”]Harus Ikut Memikirkan Nasib Perusahaan[/tie_list]
DEMANG HARDJAKUSUMA – Buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Sejahtera (SBSI) 1992 Kota Cimahi mendatangi Pemkot Cimahi, kemarin. Mereka menolak rencana kenaikan upah lima tahun sekali yang masuk dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang sistem pengupahan.
Selain itu, buruh yang turut membawa berbagai atribut tersebut juga menuntut pemerintah mewujudkan upah layak untuk buruh dengan menaikan upah sebesar 30 persen, mencabut UU BPJS No. 24/2011, menghapus sistem tenaga kerja kontrak dan outshourcing.
Dari pantauan, sebelum melakukan orasinya, massa yang berjumlah sekitar 100 orang itu sempat melakukan melakukan konvoi mengelilingi kawasan industri dan sejumlah ruas jalan di Cimahi.
Di saat para buruh ini ingin memasuki kantor Pemkot Cimahi di Jalan Demang Hardjakusuma, sempat terjadi aksi saling dorong dengan personel pengamanan. Sebab, mereka ingin menerobos gerbang pemkot. Aksi akhirnya berhasil diredam.
Kendati tak berakhir anarkis, SBSI 1992 Kota Cimahi ini mengancam akan melakukan aksi lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. ”Aksi demo ini sebagai pemanasan atau propaganda untuk mengingatkan pemerintah terkait nasib para buruh, kami berjanji melakukan aksi serupa dengan massa yang lebih banyak bila tuntutan tidak dipenuhi pemerintah,” papar Ketua DPC SBSI 1992 Cimahi Asep Jamaludin kemarin (31/8).
Dikatakan Asep, jika penertiban upah jadi diberlakukan, maka dikhawatirkan dapat menyulitkan kehidupan para buruh. ”Jangankan 5 tahun sekali, satu tahun sekali saja UMK yang kita perjuangkan tetap sulit memenuhi kebutuhan buruh. Makanya kita meminta pemerintah pusat untuk membatalkan wacana tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Transmigrasi Sosial (Disnakertransos) Kota Cimahi Benny Bachtiar mengatakan, aksi buruh ini merupakan bagian dari perjalanan menuju penetapan UMK. ”Ini akan jadi pertimbangan kami untuk penetapan UMK ke depan seperti apa,” ujarnya lagi.
Selain memikirkan tuntutan para buruh, Benny melanjutkan, pihaknya juga harus mempertimbangkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban. Khususnya dalam memenuhi pembayaran berdasarkan UMK.
”Ini yang jadi pertimbangkan kami saat ini, bagaimana upaya kita agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja dan memikirkan nasib perusahaan agar tetap bisa beroperasi,” terangnya. (gat/rie)