Bidik Menkeu-Men-BUMN

Berikut tanskrip yang awalnya beredar di kalangan politisi PDIP dan menyebar ke media tersebut: ’’Kalau memang saya hrs dicopot, silakan! Yg penting presiden bisa tunjukan apa kesalahan saya dan jelaskan bahwa atas kesalahan itu, saya pantas dicopot! Belum tentu juga Presiden ngerti, apa tugas saya. Wong presiden juga nggak ngerti apa-apa.’’ Di bagian bawah teks yang beredar itu tertulis nama seorang menteri perempuan dan tanggal 3 Juni 2015, serta keterangan hasil rekaman.

Belum ada konfirmasi terkait pesan berantai yang beredar tersebut. Namun, nama Menteri BUMN Rini Soemarno disebut-sebut sebagai menteri yang bertanggungjawab. Apalagi, selama ini politisi PDIP memang gencar meminta agar Rini dicopot. Bahkan, Rini bersama Kepala Staf Kantor Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan dan Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto disebut-sebut sebagai Trio Singa yang menjauhkan Presiden Jokowi dari PDIP.

Rini membantah keras tudingan tersebut. Ditemui setelah rapat di Kantor Presiden kemarin, Rini menyatakan, tak tahu menahu perihal kabar transkrip rekaman yang beredar. Sebagai pembantu presiden, Rini menegaskan sudah barang tentu ia menghormati Presiden Jokowi sebagai atasannya. ’’Kalau saya sebagai pembantu presiden, ya tentu saya menghormati Bapak Presiden,’’ tegas Rini di Istana Kepresidenan kemarin. Karenanya, Rini mengaku heran jika dituduh menghina Jokowi. ’’Coba tanya datanya, dasarnya dari mana,’’ lanjutnya.

Ketika wartawan menyebut, ada pernyataan politikus PDIP, Masinton Pasaribu, yang mengatakan, menterinya adalah perempuan dari sektor ekonomi, Rini balik melemparkan ke wartawan. ’’Sekali lagi, itu dari mana? Coba tanya ke dia dari mana dasarnya, datanya dari mana. Tanya mereka yang bicara, jangan ke saya,’’ kata Rini. Dia menegaskan, sebagai pembantu presiden, ia siap melaksanakan tugas apa pun. Termasuk kemungkinan jika ia diganti.

Beredarnya teks itu sempat pula diutarakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Meski tidak secara langsung mengemukakan, namun dalam pidatonya di Kemendagri kemarin, Tjahjo menunjukkan emosinya. Dia mengaitkan penghinaan terhadap presiden dengan tugas kepala daerah dan kesbangpol.

Menurut dia, siapapun pimpinan nasional, anggota parpol, DPR, bahkan menteri bebas untuk memberikan saran dan kritik selama 24 jam kepada presiden. Baik secara langsung maupun lewat media massa dan median sosial. Asalkan tidak disampaikan dengan cara yang kasar. ’’Apalagi pembantu presiden, sudah nggak ada sekat lagi dia orang parpol atau profesional, semua sama,’’ ujarnya. Suara mantan Sekjen PDIP itu meninggi saat dia menjelaskan soal peran para pembantu presiden tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan