Proyek Rp 143 T Macet

JAKARTA – Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggenjot realisasi proyek infrastruktur, langsung direspon cepat. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Kepala Staf Kantor Presiden Luhut Binsar Panjaitan pun terlihat kompak mengatasi proyek mandeg. Wapres JK mengatakan, tim dari Kantor Wakil Presiden terus berkoordinasi dengan tim dari Kantor Staf Kepresidenan untuk mengidentifikasi permasalahan yang menghambat proyek infrastruktur. ’’(proyek) Itu sebenarnya sudah mau selesai,’’ ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (26/6).
Menurut JK, permasalahan yang menghambat proyek infrastruktur memang beragam, mulai dari pembebasan lahan, perizinan, hingga skema pendanaan. ’’Sekarang kami kumpulkan dan olah datanya, dari situ penyelesaian proyek terus kita dorong,’’ katanya.
Luhut menambahkan, saat ini memang ada puluhan proyek senilai USD 11 miliar atau sekitar Rp 143 triliun yang mangkrak, sejak tiga atau empat tahun lalu. Setelah diselidiki, sebagian mangkrak karena masalah teknis yang mestinya bisa diselesaikan dengan cepat. ’’Misalnya soal lebar rel yang membuat proyek kereta api mangkrak. Padahal, tinggal serahkan saja pada ahlinya, jangan didiamkan,’’ ucapnya.
Selain kerugian yang harus ditanggung perekonomian akibat proyek infrastruktur mangkrak, pemerintah juga rugi dobel karena harus membayar commitment fee atau biaya komitmen atas pinjaman dana dari kreditur. ’’Masalah-masalah kecil, tapi dampaknya luas,’’ ujarnya.
Karena itu, kata Luhut, timnya sudah berkoordinasi dengan Sofjan Wanandi selaku ketua tim ahli Kantor Wakil Presiden, untuk merinci kasus per kasus mandegnya pembangunan infrastruktur. ’’Seminggu ini sudah kita bahas, progress-nya baik,’’ katanya.
Deputi Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Dedy S. Priatna menyebut, berdasar evaluasi program pembangunan infrastruktur, banyak proyek yang mandeg justru karena masalah nonteknis. ’’Misalnya, pejabatnya takut mengambil keputusan,’’ ucapnya.
Dedy mencontohkan, untuk membangun jaringan transmisi listrik di Sumatera, para pejabat terkait tidak ada yang berani melakukan penunjukan langsung terhadap BUMN untuk mengerjakannya, melainkan harus tender dan memakan waktu lama. ’’Padahal, listriknya sudah biarpet,’’ ujarnya.
Dedy mengakui, pihaknya juga memahami ketakutan para pejabat untuk mengambil tindakan yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Karena itu, dirinya menyambut positif upaya penerbitan payung hukum seperti Peraturan Presiden untuk melindungi para pejabat pengambil keputusan. ’’Supaya kalau mempercepat, nanti tidak dikriminalisasi,’’ katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan