[tie_list type=”minus”]Terancam 20 Tahun Penjara[/tie_list]
BANDUNG WETAN – Mantan pejabat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, Asep Ahmad yang melakukan pemerasan mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung kemarin (17/6). Dalam sidang beragendakan pembacaan surat dakwaan itu, terdakwa terancam hukuman 20 tahun penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rinaldi Umar SH mengatakan, terdakwa menawarkan diri untuk mengurusi pemasangan reklame di Jalan Pasupati kepada saksi Rudi Herawan dari PT Alista Artha Selaras. ’’Terdakwa mengaku bisa mengurus pemasangan reklame dengan biaya Rp 550 juta. Kemudian, saksi memberikan uang muka Rp 50 juta,’’ ujar Rinaldi dalam surat dakwaannya.
Setelah itu, Rudi Herawan memberikan uang lagi sebesar Rp 100 juta kepada terdakwa. Dalam perjalanannya, terdakwa kemudian menagih sisa uang yang belum dibayar. Saksi sendiri merasa keberatan karena nilai uang itu terlalu tinggi. Hingga akhirnya total uang yang dikeluarkan oleh PT Alista Artha Selaras sebesar Rp 347 juta.
Namun, belakangan diketahui tarif yang seharusnya dikenakan kepada PT Alista Artha Selaras untuk memasang 16 papan reklame, berikut biaya sewa lahan di Jalan Pasupati ternyata hanya Rp 27 juta. ’’Dengan demikian, terdakwa Asep Ahmad telah memaksa saksi Rudi Herawan untuk membayar kepadanya sebesar Rp 319 juta. Hal ini juga sekaligus menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 27 juta,’’ ungkap Rinaldi yang juga Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bandung tersebut.
Asep yang menjabat kepala seksi di lembaga pemerintahan itu mengurusi sebanyak 16 titik reklame. Dirinya diduga melakukan pemerasan kepada pemasang reklame. Kemudian ada perusahaan yang meminta bantuan ke AA terkait reklame yang disanggupi olehnya. ’’Faktanya bisa, surat ada. Tapi, surat itu juga diduga bukan dikeluarkan oleh dinas terkait,’’ papar Rinaldi.
Dalam kasus ini, terdakwa meminta uang sebesar Rp 925 juta kepada pengusaha pemasang reklame. Biaya yang ditawarkan terdakwa jauh dari angka sebenarnya yang sebesar Rp 3,5 juta. Tapi terdakwa meminta Rp 25 juta untuk satu titik.
Dari hasil penyelidikan, ditemukan tak ada uang yang masuk ke kas negara. Terdakwa diperkirakan mendapat keuntungan Rp 400 juta.