Lion Air Gawat

 Operasional Terganjal Persoalan Finansial

JAKARTA – Lion Air Group terindikasi menghadapi persoalan internal serius, sama, bahkan bisa lebih serius dibandingkan dampak yang diakibatkan sejumlah delay dan pembatalan jadwal penerbangan yang menimbulkan kericuhan di bandara. Terutama, bandara Soekarno-Hatta. Maskapai yang didirikan Rusdi Kirana itu menghadapi persoalan keuangan.

Lion Air disebut-sebut mengalami kerugian finansial sehingga dikhawatirkan akan bangkrut. Indikatornya karena sejumlah pesawat belum boleh digunakan karena belum membayar uang sewa. Efek berantai kemudian diderita maskapai berlambang Singa merah itu.

Sumber Jawa Pos (induk Bandung Ekspres) lain mengatakan ada sabotase yang mengakibatkan delay berkepanjangan sampai dengan kemarin dan berpotensi masih berefek. ’’Sabotasenya ya karena keuangan juga. Tapi ini juga ramai dibilangnya karena di atas lagi ada perebutan kekuasaan,’’ ujarnya, enggan disebutkan nama, kemarin (20/2).

Diminta pendapatnya terkait hal itu, pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, mengaku heran dengan besarnya dampak ditimbulkan jika alasannya hanya karena tiga pesawat rusak. ’’Catatan saya ada 13 jadwal penerbangan, mungkin lebih, yang batal terbang. Lalu ada sekitar 50 jadwal yang delay. Ini aneh. Tidak masuk akal,’’ ucapnya kemarin.

Maka Gerry sepakat jika memang ada yang mengatakan Lion Air sedang menghadapi persoalan finansial. ’’Saya coba tanya ke orang Lion, ada apa tidak pilot yang mogok, sebab ada yang mengatakan begitu. Tetapi katanya tidak ada yang mogok. Jadi indikasi karena faktor finansialnya semakin kuat. Bisa iya (faktor keuangan), bisa lebih dari itu,’’ ungkapnya. Gerry enggan menyebut ada persoalan besar apa yang dimaksud lebih dari sekadar finansial itu.

Kinerja keuangan Lion Air, kata Gerry, memang tidak bisa diakses karena merupakan perusahaan tertutup. Tapi dengan indikator nilai tukar Rupiah yang masih fluktuatif dan cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) bisa terbaca bahwa perusahaan itu sedang kesulitan.

Penguasa pasar penerbangan berbiaya hemat alias low cost carrier (LCC) di Indonesia itu banyak melakukan pesanan pesawat baik ke Boeing maupun ke Airbus. Pada Maret 2013 Lion Air pesan 234 unit Airbus dan ditandatangani di Perancis sebesar total Euro 18,4 miliar (USD 24 miliar) atau sekitar Rp 230 triliun. Pesanan dilakukan saat nilai tukar Rp 9.500 per USD. Pada 12 November 2014, Airbus mengirim tiga A320 sebagai tahap pertama order Lion Grup.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan