Lion Air Gawat

Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Ahmad Sudjatmiko mengatakan risiko kurs memang harus dihadapi Lion Air dalam pembelian pesawat itu. ’’Jika dulu pesan di kisaran Rp 10 ribu per USD maka ada kelebihan pembayaran sekitar 30 persen yang harus dikeluarkan saat pembayaran. Tentu berdampak ke keuangannya,’’ ujarnya kemarin.

Terlebih, hampir seluruh pendapatan diraih oleh Lion Group berdenominasi Rupiah, sementara mayoritas bebannya adalah USD. Sedangkan, sejauh ini Lion belum terlihat berupaya menggali pendanaan eksternal. Misalnya dengan menerbitkan surat utang berdenominasi USD untuk mengimbanginya.

Selain itu, Lion lebih bermain di pasar LCC yang notabene margin keuntungannya kecil karena ongkos berbiaya hemat. Untuk menyiasatinya, maka perusahaan sejenis itu harus pandai berhemat. Termasuk akhirnya mencoba berhemat dalam penggunaan tenaga kerja di bidang perawatan (maintenance) pesawat. ’’Kalau bayar yang ahli mungkin mahal. Setahu saya perawatannya juga diserahkan ke orang mereka sendiri sehingga sering terjadi pesawat rusak. Akibatnya ya seperti ini,’’ terusnya.

Sementara itu, Direktur Umum Lion Air Edward Sirait menyangkal kondisi finansial perusahaaanya memburuk. Dia memastikan tidak ada masalah dengan kondisi keuangan Lion Air baik sebelum maupun setelah peristiwa kali ini. ’’Kalaupun kerugian misalnya puluhan M itu adalah risiko bisnis yang harus kami tanggung,’’ ujarnya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, kemarin. ’’Mudah-mudahan recovery-nya nanti cepat,’’ lanjutnya.

Terkait dengan pinjaman kepada AP II, Edward beralasan hal itu dilakukan akibat tidak tersedianya uang tunai dalam jumlah besar. ’’Kebetulan sedang hari libur,’’ tuturnya. Akhirnya pihaknya sepakat menggunakan dana Rp 4 miliar dari AP II untuk cepat menalangi pengembalian uang tiket penumpang.

Sebelumnya, pengembalian uang tiket selalu dilakukan via transfer ke rekening penumpang. Pihak Lion Air berjanji mengembalikan dana tersebut. Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo tidak banyak berkomentar soal dana talangan yang dikeluarkan AP II untuk Lion Air. ’’Itu kan B to B (bussiness to bussiness),’’ ujarnya. AP menurutnya tentu sudah memiliki perjanjian tertulis dengan Lion Air terkait hal tersebut.

Pada 2013, manajemen Lion Group menyebut pendapatan diraih sebesar Rp 19 triliun. Sementara pada 2014 ditargetkan menembus Rp 20 triliun. Lion Group dibangun Rusdi Kirana dengan modal Rp 9 miliar pada tahun 2000. (gen/byu/tam)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan