JAKARTA – Kepastian soal nasib Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri kembali diulur Presiden Joko Widodo. Untuk kesekian kalinya, publik diberi janji-janji bahwa Presiden akan menuntaskan persoalan kepemimpinan di tubuh Polri. Namun, hingga saat ini publik belum mendapat kepastian.
Selasa (3/2) jelang tengah malam, beredar Informasi bahwa Presiden memutuskan untuk membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sebagai pengganti BG, Presiden menunjuk Irwasum Komjen Dwi Priyatno. Dwi merupakan senior BG satu tingkat. Dia merupakan lulusan Akpol 1982.
Ketika informasi tersebut dikonfirmasikan kemarin, Jokowi tidak membantah maupun membenarkan. Alih-alih memberikan kepastian, Jokowi kembali meminta publik menunggu. ’’Saya selesaikan semuanya minggu depan,’’ ujar Jokowi usai membuka Rakornas Penanganan Ancaman Narkoba di Jakarta kemarin. Pernyataan itu diucapkan Jokowi dua kali di hadapan awak media.
Saat ditanya alasan penundaan tersebut, Jokowi mengelak. Menurut dia, ada beberapa hal yang harus diselesaikan sebelum memutuskan nasib BG. Apakah terkait persoalan politik dan hukum, Jokowi menjawab singkat. ’’Dua-duanya, harus beriringan,’’ lanjut mantan Wali Kota Solo itu.
Dengan demikian, publik baru bisa mendapatkan Jawaban setelah Jokowi kembali dari lawatan tiga hari ke negara-negara ASEAN. Masing-masing ke Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina. Hanya Saja, Jokowi tidak memberikan kepastian kapan yang dia maksud sebagai minggu depan itu. ’’Minggu depan itu bias Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu,’’ lanjutnya.
Sikap menunda-nunda yang ditunjukkan Jokowi terkait BG sudah terlihat sejak pencalonan ke DPR. Pada 14 Januari lalu, Jokowi tidak menarik pencalonan BG dari DPR meski telah berstatus tersangka. ’’Sampai saat ini masih menunggu, nggak tahu paripurna (DPR) kapan,’’ ujarnya kala itu.
Hal serupa terjadi pada 16 Januari. Kala itu, statemennya mirip lirik lagu Iwan Fals berjudul Bongkar, yakni ’Sabar dan Tunggu’. Pada 23 januari, Jokowi meminta Publik menunggu lagi kepastian soal BG setelah kasusnya di KPK tuntas (selengkapnya lihat grafis).
Sementara itu, hari ini Mabes Polri akan menggelar acara Rapor kenaikan pangkat bagi 12 perwira tingginya. Salah satu yang akan naik panngkat adalah Kabareskrim Irjen Budi Waseso. Dia akan naik pangkat menjadi Komjen. Meski belum resmi naik pangkat, mantan Kapolda Gorontalo itu sudah berhias.
Dinding bagian depan Bareskrim kemarin dipasangi banner berukuran 1,5×2 meter. Dalam baliho tersebut terpampang foto Budi berseragam dinas, lengkap dengan pangkat bintang tiga di pundak. Banner tersebut bertuliskan, Welcome to Bareskrim, to protect and serve for justice and humanity.
Dengan naik pangkatnya Budi, otomatis dia resmi masuk bursa calon kapolri apabila Jokowi hendak membatalkan pelantikan BG. ’’Sebab, calon Kapolri berasal dari Jenderal bintang tiga. Anggota Kompolnas M. Nasser membenarkan hal tersebut. Menurut dia, Kompolnas sudah mengantongi rekam jejak Budi.
’’Kami sudah intensif memantau dia sejak jadi kapolda Gorontalo,” tutur Nasser saat dikonfirmasi kemarin. Perlakuan serupa juga diberikan kepada seluruh Kapolda. Sebab, dalam beberapa tahun ke depan sebagian dari mereka akan menjadi calon Kapolri. Meski begitu, pihaknya tetap akan melacak seluruh latar belakang Budi, semenjak dia menjadi bagian korps Bhayangkara.
Sinyal istana akan membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri makin kencang. Meski belum mengungkapkan secara gamblang keputusan seperti apa yang akan disampaikan presiden minggu depan, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto tidak membantah pernyataan yang sempat disampaikan Ketua Tim Independen Syafii Maarif.
’’Pembicaraannya pribadi antara presiden dan Syafii Maarif. Kemudian Pak Syafii yang mengungkapkan ke publik,’’ kata Andi di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (4/2).
Tidak ada bantahan yang disampaikan menteri yang ada di lingkar utama presiden tersebut. Dia hanya menyatakan kalau poin yang disampaikan ketua Tim Independen bentukan Jokowi khusus menyikapi polemik KPK-polri tersebut, adalah tangkapan yang bersangkutan atas hasil komunikasi bersama presiden.
Di depan peserta sebuah acara seminar di Jogjakarta, kemarin, mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu mengungkap kesimpulan dari hasil komunikasinya dengan presiden. Tentu saja, terkait kepastian dilantik tidaknya BG sebagai kapolri. Pada kesempatan itu, secara garis besar, Buya Syafii sapaan akrabnya- menyatakan, kalau presiden batal melantik tersangka KPK tersebut.
Lalu, kenapa presiden masih harus menunggu hingga minggu depan? Andi menyatakan kalau hal tersebut sepenuhnya merupakan kalkulasi politik dari Jokowi. ’’Kalkulasi (politik) presiden itu,’’ tegasnya.
Mulai hari ini (5/2), presiden akan meninggalkan tanah air untuk melakukan sejumlah lawatan ke sejumlah negara ASEAN. Presiden beserta rombongan dijadwalkan tiba lagi di tanah air pada 9 Februari mendatang.
Pada tanggal tersebut, sidang praperadilan atas penetapan status tersangka oleh KPK pada BG yang sempat ditunda, juga diagendakan akan dilaksanakan. Praperadilan itu termasuk menjadi bagian penting saat menunggu kepastian presiden mengambil keputusan terkait pelantikan BG.
Sebab, pada sejumlah kesempatan, Jokowi beberapa kali menyampaikan kalau akan menggunakan timeline proses praperadilan tersebut ketika mengumumkan keputusannya. Awalnya, presiden sempat menyatakan kalau menunggu proses praperadilan dulu. Namun, belakangan, setelah putusan penundaan sidang, kalangan istana mulai membuka peluang keputusan bisa diambil sebelum proses praperadilan selesai.
Di tempat sama, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, jika pernyataannya yang meminta BG mundur merupakan akumulasi dari berbagai opsi yang sebelumnya sudah disampaikan oleh banyak pihak, termasuk Tim 9 atau Tim Konsultatif Independen yang diketuai Buya Syafii. ’’Jadi opsi itu sudah muncul dari awal,’’ ujarnya.
Pernyataan Pratikno yang meminta mundur tersebut sudah disampaikan oleh Wakapolri Badrodin Haiti kepada BG, namun BG menyatakan menolak. Terkait hal tersebut, Pratikno mengatakan jika keputusan akhir memang ada di tangan Presiden Jokowi. ’’Dan itu akan disampaikan minggu depan, presiden tentu nanti juga akan berkirim surat ke DPR dulu,’’ katanya.
Meski masih menunggu keputusan akhir presiden, Pratikno mengakui jika Sekretaris Miiter Presiden sudah memegang daftar para petinggi Polri yang berpotensi dicalonkan sebagai Kapolri, jika memang presiden memutuskan untuk mencalonkan Kapolri baru. ’’Kompolnas kan juga pernah menyampaikan daftar itu,’’ ucapnya.
Pada bagian lain, Komnas HAM mendesak presiden segera membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan dan memilih calon kapolri baru. Mereka meminta pemilihan calon kapolri baru dilakukan dangan cara terbaik, seperti yang selama ini dilakukan pada calon menteri. Salah satunya dengan meminta masukan dari lembaga terkait seperti PPATK, KPK dan Komnas HAM.
’’Hal itu penting untuk menghindari seperti kasus BG ini lagi,’’ ujar Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM untuk kasus penangkapan Bambang Widjojanto, Nur Cholis. Menurut dia, presiden mencalonkan Budi Gunawan hanya didasarkan pada masukan dari Kompolnas dinilai tidak tepat. Akhirnya hal tersebut menyebabkan polemik, sebab Budi Gunawan selama ini masuk ada dalam database pejabat bermasalah di PPATK maupun KPK.
Pada kesempatan yang sama itu, Nur Cholis juga menyampaikan kesimpulan penanganan laporan penangkapan Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Mabes Polri. Setelah melakukan penyelidikan dan meminta keterangan sejumlah saksi, Komnas HAM memiliki bukti awal adanya pelanggaran hak asasi manusia pada penangkapan tersebut.
Bukti awal itu antara lain adanya penyalagunaan kekuasan atau abuse of power. Nur Cholis melihat penangkapan Bambang tidak bisa dilepaskan dengan konflik KPK dan Polri yang terjadi setelah penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. ’’Dan ini kami melihatnya konflik yang laten,’’ ujarnya.
Konflik laten yang dimaksud Komnas HAM ialah serangkaian peristiwa yang selama ini terjadi ketika KPK menangani kasus korupsi di kepolisian. Nur Cholis lantas mengingatkan kasus Bibit – Chandra, Susno Duadji dan Djoko Susilo.
Bukti kedua yang dimiliki Komnas HAM ialah terjadinya penggunaan kekuasaan secara eksesif yang harusnya tak perlu dilakukan. Contohnya, pengerahan pasukan yang berlebihan, penggunaan laras panjang, pemborgolan dan ancaman melakban mulut Bambang Widjojanto.
’’Ini sebuah upaya paksa penanganan perkara yang harusnya tidak boleh dilakukan. Kenapa tidak didahului dengan pemanggilan Bambang Widjojanto ?’’ ucap Nur Cholis. Hal itu menurut Nur Cholis merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Kepala Polri No 14 / 2012.
Terakhir, kepolisian dinilai memaksakan kasus Bambang karena menerapan pasal 242 dan 55 KUHP yang bisa mengancam profesi para advokat. ’’Atas dasar itulah Komnas HAM mendesak presiden segera melakukan remedial Bambang dan pimpinan KPK lain yang semuanya sedang dilaporkan ke kepolisian,’’ terangnya.
Remedial bisa dilakukan presiden dengan memulihkan nama baik, memulihkan status tersangka, hingga perlindungan dari upaya kriminalisasi. ’’Presiden juga harus bisa memastikan keamanan bagi seluruh jajaran KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi,’’ tegas Nur Cholis. Jika hal itu tidak bisa dilakukan, maka presiden sama saja melanggar ketentuan Pasal 71 UU No 39 / 1999 tentang HAM.
Bukan hanya memberikan rekomendasi pada presiden, Komnas HAM juga meminta Polri segera melakukan pemeriksaan internal pada pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran HAM pada penangkapan BW. ’’Abuse of power yang dilakukan oknum-oknum polisi itu harus ditindak tegas,’’ ujarnya.
Pada sejumlah kesempatan mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno memang menegaskan hal yang sama. Bahkan dia menyebut oknum-oknum yang terlibat penangkapan BW secara kasar itu layak dipecat bahkan dihukum mati. Oegro mengatakan masih banyak polisi baik yang bisa melaksanakan tugas sesuai aturan. (byu/dyn/owi/gun/hen)