Usulkan Ada Taman Primata

BATUNUNGGAL – Kemarin (30/1) merupakan peringatan Hari Primata. Kegiatan itu diprakasai oleh lembaga Protection of Forest & Fauna (Profauna) sejak tahun 2014. Tahun ini, merupakan kali kedua peringatan satwa yang terancam punah itu. Di Bandung, peringatan ini ditandai melalui sejumlah aksi teatrikal dan pemberian petisi ke Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

Menurut Yudi Cahyadi, anggota Komisi C DPRD Kota Bandung, aksi Profauna patut diapresiasi. Sebab, secara regulasi keberadaan satwa langka seperti primat memang dilindungi. Sehingga, tidak bisa disikapi secara semena-mena. Bahkan, sejak lama Undang-undang Nomor 3 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati menjadi peraturan pendukung. Oleh karena itu, pelaksanaannya harus digulirkan dari pusat sampai daerah.

”Intinya kan pada perlindungan satwa tersebut,” kata Yudi kepada Bandung Ekspres di kantornya, Jalan Sukabumi, kemarin (30/1).

Selain itu, sebagai langkah untuk mendukung kegiatan tersebut perlu ada edukasi kepada masyarakat. Bagaimana melindungi satwa yang populasinya semakin menyusut itu. Apalagi, satwa-satwa itu jika diperdagangkan.

Termasuk, eksploitasi terhadap primata di jalanan, yang dijadikan doger monyet. Karena, monyet itu diubah kebiasaan alaminya. ”Sifatnya pun hampir seperti manusia,” tuturnya.

Sebelumnya, Profauna Jawa Barat berkolaborasi dengan Rahmat Jabaril, Wanggi Hoediyatno, dan Komunitas Gerbong Bawah Tanah melakukan aksi di depan Bandung Indah Plaza (BIP). Sebagai upaya untuk sosialisasi penyelamatan primata yang kerap diperdagangkan, sebagai sumber pundi yang secara tidak langsung menghancurkan ekosistem alam.

Profauna mengajukan petisi tentang desain Pet Park yang menampilkan satwa langka. Sebab, satwa langka tidak untuk dijadikan sebagai peliharaan. Selain itu, aktivis yang peduli terhadap keberlangsungan satwa ini mengajukan usulan untuk dibangunnya taman tematik dengan judul ”taman primata”.

Yudi mengatakan, hal itu tidak menjadi masalah untuk diajukan sebagai nama taman. Namun, perlu ada mempertimbangkan kondisi lahan yang nantinya akan dijadikan taman primata. ”Jangan sampai komunitas-komunitas yang mengajukan taman saling berebut tempat,” katanya.

Menurut dia, perlu ada media yang memperkenalkan satwa-satwa itu. Karena, daripada memiliki atau memelihara lebih baik melihat dari media. ”Lebih baik tahu atau nonton,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan