Khawatir Banyak Pengusaha Pakai Subsidi
KATAPANG – Awal tahun 2015 ini diwarnai keresahan dikalangan industry , terutama para pengusaha restoran. Hal ini disebabkan semakin melambungnya harga gas elpiji 12 kg akhir-akhir ini.
Di antara mereka, banyak yang menilai hal tersebut adalah akibat ketidak konsistenan pemerintah dalam ketegasan pengawasan harga gas di lapangan. Saat ini, harga gas di kalangan pengecer berada di kisaran Rp 140 sampai Rp 150 ribu. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pemilik rumah makan padang di daerah Soreang yang enggan disebutkan namanya.
Kepada Soreang Ekspres (Grup Bandung Ekspres) dia mengatakan, hal ini sangat menyulitkan bagi para pengusaha kecil seperti mereka. Sementara, tidak mudah bagi mereka untuk menaikkan harga makanan. ’’Menaikan harga makanan lima ratus rupiah saja, membuat kami harus berfikir panjang. Takut pelanggan pada lari,’’ ujarnya di rumah makan miliknya kemarin (9/1).
Dia hanya berharap pemerintah segera menanggapi kenaikan harga elpiji tersebut. Karena jiak dibiarkan, bisa mengakibatkan banyak pengusaha restoran atau industri yang beralih ke gas 3 kg.
Hal itu di benarkan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bandung Rudi Rustandi ‘Donal’ yang ditemui di rumah makannya di Katapang beberapa hari yang lalu. Menurut lelaki yang akrab disapa Donal tersebut, kenaikan harga elpii 12 kg sangat berdampak pada usaha restoran, terutama bagi para pemilik rumah makan kecil. Karena kenaikan harga tersebut dinilai sangat tidak terkendali, terutama di tingkat pengecer yang menjual dengan harga yang ‘wow’. Berbeda dengan kenaikkan harga BBM yang sangat terkontrol.
Padahal, kata dia, pemerintah dengan jelas sudah mencanangkan bahwa industri dan pengusaha dilarang menggunakan gas bersubsidi atau 3 kg. Tapi, apabila harga gas 12 kg tetap seperti ini, dikhawatirkan akan mengakibatkan para pengusaha beralih ke gas bersubsidi tersebut. ’’Kalau ini terjadi, jelas masyarakat yang akan dirugikan. Karena gas 3 kg akan langka dipasaran,’’ katanya.