JABAR EKSPRES – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini tengah menghadapi situasi keuangan yang menantang setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) untuk wilayah DKI Jakarta hingga mencapai Rp20 triliun. Kebijakan tersebut sontak memunculkan kekhawatiran, terutama mengenai dampaknya terhadap gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Menanggapi isu ini, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menegaskan bahwa pemotongan DBH tidak akan memengaruhi gaji ASN. Namun, ia juga menyampaikan bahwa tidak ada rencana kenaikan gaji PNS dalam waktu dekat. “Tidak ada hal berkaitan dengan ASN. Gaji PNS tetap seperti sekarang,” ujar Pramono dengan tegas.
Sayangnya, kabar baik bagi ASN tersebut justru berbanding terbalik bagi para tenaga PJLP. Pramono menyebut bahwa sektor penyedia jasa perorangan ini kemungkinan besar akan terdampak langsung dari pengurangan anggaran DBH. “Yang akan terpengaruh adalah sektor PJLP. Tahun depan rekrutmen baru akan dikurangi, termasuk untuk petugas damkar, pasukan oranye, dan pasukan putih,” ungkapnya.
Baca Juga:Begini Cara Aktivasi Pelaporan SPT Pajak 2025 Lewat Coretax DJPSimulasi Angsuran Pinjaman KUR BRI 2025: Plafon Rp 270 Juta Cicilan Cuma Rp 195 Ribu,Cek Detailnya di Sini
Sebagai informasi, PJLP merupakan tenaga kerja non-PNS yang membantu Pemprov DKI dalam berbagai bidang, mulai dari petugas kebersihan, administrasi, hingga perizinan. Mereka memiliki peran penting dalam menjaga kelancaran pelayanan publik, namun karena statusnya bukan ASN, mereka tidak memiliki jaminan kerja tetap. Pemotongan DBH yang besar dikhawatirkan akan membuat sebagian PJLP harus dirumahkan atau tidak diperpanjang kontraknya pada tahun 2026 mendatang.
Selain itu, penghematan juga kemungkinan berdampak pada sektor lain, termasuk transportasi publik. Pemprov DKI Jakarta tengah meninjau ulang besaran subsidi untuk layanan TransJakarta. Saat ini tarif TransJakarta masih berada di angka Rp3.500, sementara subsidi yang diberikan pemerintah berkisar antara Rp10.000 hingga Rp15.000 per penumpang.
Meski ada kemungkinan penyesuaian tarif TransJakarta, Pramono memastikan bahwa MRT dan LRT masih akan mempertahankan tarif lama agar tetap terjangkau masyarakat. “Kami berupaya menjaga keseimbangan agar subsidi tetap ada, tapi tidak membebani APBD terlalu berat,” ujarnya.
