JABAR EKSPRES – Keberadaan layanan ojek dan taksi online, dinilai dapat menjadi lapangan pekerjaan baru oleh pemerintah, dengan catatan negara harus mampu membuat aplikasi sendiri.
Pengamat Transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, jika negara mengakui pengemudi ojek online (ojol) sebagai lapangan pekerjaan baru, maka idealnya negara membuat aplikasi sendiri untuk menyejahterakan warganya.
“Dengan begitu, potongan biaya yang dikenakan kepada pengemudi dapat diatur tidak lebih dari 10 persen,” katanya kepada Jabar Ekspres, Rabu (24/9).
Baca Juga:Ojek Online dan Polresta Bandung Sepakat Tolak Aksi AnarkisKomunitas Ojek Online Ini Dukung Skema Komisi Ojol 20 Persen: Order Ramai, Hidup Tenang
Menurut Djoko, hal ini berbeda dengan kondisi sekarang, meskipun dianggap sebagai lapangan pekerjaan, pengemudi merasa terbebani dengan potongan biaya yang mencapai lebih dari 20 persen.
“Selanjutnya, aplikasi tersebut dapat diserahkan ke Pemda untuk digunakan sesuai kebutuhan daerah masing-masing,” bebernya.
Djoko menilai, jika negara mampu membuat aplikasi sendiri untuk layanan transportasi ojek dan taksi online, maka berpotensi besar menciptakan kesejahteraan pengemudi.
Apabila aplikasi transportasi online dimiliki oleh negara, keuntungan bukanlah target utama, melainkan prioritasnya adalah kesejahteraan pengemudi dan kemudahan bagi masyarakat, sehingga tujuan sosialnya lebih tercapai.
“Fokus pemerintah selama ini pada aplikator, bukan pada pengemudi, bisa jadi disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah dugaan bahwa sejumlah pejabat yang berurusan dengan aplikasi online sudah menerima fasilitas dari aplikator,” ucapnya.
Hal ini, menurut Djoko, membuat sebagian pihak beranggapan, untuk apa bersusah payah memikirkan membuat aplikasi sendiri, aplikator banyak memberikan fasilitas yang diminta.
Dengan kata lain, lanjutnya, ada kemungkinan bahwa kemudahan yang diberikan oleh perusahaan aplikasi, membuat pemerintah tidak lagi melihat perlunya menciptakan sistem transportasi online milik negara, dan kebijakan yang ada lebih menguntungkan perusahaan aplikasi itu sendiri daripada pengemudi.
Baca Juga:Ratusan Ojol Turun ke Jalan, Tolak Ojek Online Jadi Komoditas Politik!McDonald’s Indonesia Ajak Ratusan Mitra dan Komunitas Pengemudi Ojek Online serta Anak Yatim Buka Puasa Bersama
“Mengutip dari berbagai sumber perkembangan aplikasi transportasi online yang dimiliki oleh beberapa negara, seperti berikut ini,” ujarnya.
Djoko menerangkan, pemerintah Indonesia selama ini fokus justru pada aplikator dan mereka berlagak sombong dengan menari di sela-sela kekosongan regulasi yang ada.
“Pemerintah tidak bisa melindungi pengemudi secara langsung. Akibatnya semua tuntutan pengemudi yang dimintakan ke pemerintah tidak pernah dipenuhi, karena semua tergantung willingness aplikator,” terangnya.
