JABAR EKSPRES – Pembina Poros Sahabat Nusantara (Posnu), Muhlison, menyoroti dan memberikan peringatan keras terhadap ramainya aktivitas sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjar yang terpantau sibuk beraktivitas di pengelolaan Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, hal tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) mereka sebagai wakil rakyat yang seharusnya fokus pada fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Mantan Ketua PMII Kota Banjar ini menyampaikan keprihatinannya pada Jumat (12/9/2025). Ia menerima informasi yang menyatakan bahwa beberapa anggota dewan sering terlihat wara-wiri dan aktif dalam operasional dapur MBG. “Informasi yang ada memang begitu, ada sejumlah anggota DPRD yang sering wara-wiri dan aktif ke dapur MBG, lha ini pengelola apa bagaimana? Kok sibuk sekali di situ,” ujar Muhlison.
Kekhawatiran utamanya berangkat dari dasar hukum yang jelas. Muhlison menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) telah mengatur dengan tegas bahwa keterlibatan semacam itu sangat berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Lebih lanjut, ia merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang melarang anggota DPRD melakukan pekerjaan yang berhubungan atau bertabrakan dengan tugas-tugasnya sebagai anggota dewan.
Baca Juga:City Gas Tour 2025 Sambangi 4 Kota di Sumatera, PGN Dorong Pemanfaatan Energi BersihKomitmen Nyata Terapkan GRC dalam Bisnis, PGN Raih TOP GRC Award 2025
“Kan MBG bersumber dari anggaran negara, nah pengelolaan dapur itu kan dari yayasan dan sifatnya penerima bantuan dari pemerintah selaku pelaksana. Kalau anggota DPRD itu kan salah satu fungsinya pengawasan dari program pemerintah. Masa nanti ya ngelola ya ngawas juga? Mengawasi diri sendiri dong! Nanti kalau ada yang mengadu terkait layanan MBG bagaimana? Ini harus kita pahami bersama,” beber Muhlison dengan gamblang.
Ia mempertanyakan mekanisme pengawasan nantinya jika para anggota dewan justru menjadi pelaksana dari program yang seharusnya mereka awasi. Logika ini, menurutnya, bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan asas kepatuhan terhadap konflik kepentingan.
Melihat kondisi yang berpotensi melanggar hukum ini, Muhlison mendesak Ketua DPRD Kota Banjar untuk segera merespons dan mengkaji permasalahan yang ada. Ia menekankan bahwa lembaga DPRD harus menjaga martabat dan kredibilitasnya dengan menjalankan tupoksi institusi secara bersih dan profesional.
