JABAR EKSPRES – Tim kuasa hukum Eddy Marwoto dan tiga rekannya akhirnya buka suara terkait penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) dalam dugaan korupsi dana hibah untuk Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Bandung.
Rizki Dris Muliyana, perwakilan tim hukum, menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya – yakni Eddy Marwoto, Dodi Ridwansyah, Yossi Irianto, dan Deni Nurhadiana Hadimin – dinilai kurang tepat. Ia menilai penggunaan dana hibah untuk membayar honorarium pengurus masih dapat dibenarkan secara administratif.
“Menurut kami, pembayaran honor dalam konteks hibah keorganisasian masih diperbolehkan dalam mekanisme honor representatif. Namun, penyidik berpendapat bahwa itu merupakan perbuatan melawan hukum,” kata Rizki di Bandung, Rabu (25/6).
Baca Juga:2 Warga KBB Dipulangkan Usai Konflik Iran-Israel MemanasCimahi Komitmen Lestarikan Budaya: Aksara Sunda Siap Diterapkan di Sekolah dan Ruang Publik!
Dalam perkara ini, Kejati Jabar menduga bahwa keempat tersangka terlibat dalam penyimpangan dana hibah senilai Rp6,5 miliar yang disalurkan pada tahun anggaran 2017, 2018, dan 2020. Dari jumlah tersebut, para tersangka diduga menikmati keuntungan pribadi sebesar 20 persen atau sekitar Rp1,5 miliar.
Rizki menambahkan, pihaknya akan menempuh langkah hukum lanjutan setelah perkara masuk ke tahap persidangan.
“Kami tengah menyiapkan eksepsi. Karena secara normatif, aturan mengenai honor hibah belum tertulis secara tegas dan gamblang,” ujarnya.
Sebagai informasi, kasus ini melibatkan sejumlah nama penting, di antaranya Eddy Marwoto yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kota Bandung, Deni Nurdiana, Dodi Ridwansyah, serta Yossi Irianto yang merupakan mantan Sekda Kota Bandung periode 2013–2018.
Mereka diduga meloloskan anggaran representatif dan honorarium untuk pengurus Kwarcab Pramuka yang tidak tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Wali Kota, sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar 20 persen dari total dana hibah.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
