Perubahan Belum Terasa Jelang 100 Hari Kerja Farhan-Erwin

Rektor Universitas Islam Bandung, Prof Dr H Edi Setiadi saat memberikan tanggapan kondisi Kota Bandung menjelang 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung di ruang kerjanya, Gedung Rektorat Unisba Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (21/5).
Rektor Universitas Islam Bandung, Prof Dr H Edi Setiadi saat memberikan tanggapan kondisi Kota Bandung menjelang 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung di ruang kerjanya, Gedung Rektorat Unisba Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (21/5).
0 Komentar

BANDUNG – Program terobosan maupun gebrakan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung Muhammad Farhan-Erwin dinilai belum nampak menjelang 100 hari kerja. Resmi dilantik pada 20 Februari 2025 lalu, perubahan nyata masa kepemimpinan Farhan-Erwin masih belum terasa. Sepuluh hari lagi, Farhan-Erwin akan genap 100 hari sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung.

“Dari wali kota sebelum-sebelumnya tetap saja Kota Bangdung gitu-gitu saja. Saya sudah 40 tahun di Bandung, jadi tahu betul kondisinya hingga saat ini,” ujar Rektor Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof Dr H Edi Setiadi SH MH saat ditemui Jabar Ekspres di ruang kerjanya, Gedung Rektorat Unisba Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa, 21 Mei 2025.

Menurut Prof Edi, tantangan wali kota sebelumnya dengan saat ini sama dalam membangun kota. Namun perubahan itu belum terlihat hingga menjelang 100 hari kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung ini. Edi pun mencontohkan mengenai ketertiban kota.

Baca Juga:Seminar Internasional FISIP Unpas Perkuat Kolaborasi GlobalJelang Iduladha, Legislator PSI Sambut Baik Pasar Murah di Bandung

“Misalnya penataan PKL (Pedagang Kaki Lima) dari dulu hingga saat ini masih semrawut, acak-acakan dan tidak teratur,” sebutnya.

Edi juga menyinggung kemacetan yang tak kunjung ada solusinya. Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mestinya membuat perencanaan sistem transportasi massal guna mengurai kemacetan. Sementara keberadaannya saat ini dinilai kurang memadai. Namun, kata dia, rencana itu harus dibarengi dengan aksi nyata.

“Pemkot tidak harus membuat atau melebarkan jalan tapi bagaimana punya planning tentang angkutan massal yang bisa memberikan kenyamanan sehingga diminati warga. Betul Jakarta tidak berhasil, tapi bisa dimulai dari sini,” katanya.

Tak hanya itu, Edi juga menyoal kemiskinan yang menjadi pekerjaan rumah (PR) hingga menjelang 100 hari kerja wali kota dan wakil wali kota. “Artinya saya melihatnya wali kota belum memiliki blurprint untuk pengentasan kemiskinan saat ini,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia menyarakan pemkot agar melakukan pemetaan kantong-kantong kemiskinan. Namun, di sisi lain, dia menyarankan, jangan sampai warga miskin itu selalu dimanjakan dengan bantuan sosial (bansos).

“Masyarakat juga jangan di-ninabobo-kan dengan bansos dalam bentuk tunai. Karena hal itu mendorong warga jadi pemalas. Seharusnya dipancing, misalnya diberikan kegiatan yang bisa menghasilkan uang,” sebutnya.

0 Komentar