JABAR EKSPRES – Janji kampanye Wali Kota Banjar Ir H Sudarsono dan Wakil Wali Kota H Supriana tentang Program Kartu Berdaya kini berbalut tanda tanya.
Gagasan yang dianggap sebagai ‘flagship’ pemerintahan mereka, justru mengundang kritik pedas karena mandek di tahap wacana, bahkan pada 100 hari kerja.
Alih-alih menjadi bukti komitmen, program ini malah berpotensi menjadi bumerang yang mengikis kepercayaan publik.
Baca Juga:DKPP Bandung Targetkan Sterilisasi Seribu Kucing Liar hingga Akhir TahunFarhan Sebut Vasektomi Bukan Program Baru, Sudah Ada Sejak Era Soeharto?
Kartu Berdaya, yang dijanjikan sebagai solusi bagi warga pra-sejahtera melalui empat sektor yakni pendidikan, modal UMKM, bantuan yatim/jompo, dan keluarga miskin ekstrem, ternyata masih terperangkap dalam tahap sosialisasi.
Padahal, Sudarsono dalam keterangan tertulisnya pada 20 April 2025 menjamin program ini akan dianggarkan melalui APBD 2025.
Namun, hingga tiga pekan pasca-rapat koordinasi dengan lurah dan kades (21 April 2025) masih belum ada realisasi.
āIni akan menjadi parameter 100 hari kerja. Jangan sampai nama baik wali kota tercoreng karena janji tak terealisasi,ā tegas Agus Nugraha, mantan Kepala Bappeda Banjar yang kini bergabung dengan Partai Demokrat, Selasa (13/5/2025).
Kritiknya menyoroti risiko politis, kegagalan memenuhi janji kampanye bisa menjadi senjata makan tuan bagi pasangan Sudarsono-Supriana.
Kelambanan ini mengundang tudingan bahwa Kartu Berdaya hanya sekadar alat pencitraan musiman. Agus Nugraha mengingatkan agar janji itu tidak berakhir mengecewakan.
āMasyarakat pendukung jangan sampai dikecewakan,” kata Agus Nugraha yang jabatan terakhirnya sebelum pensiun dari ASN sebagai Asisten Sekretaris Daerah Bidang Ekonomi Pembangunan (Asda ll).
Baca Juga:Atlet Kabupaten Bogor Diganjar Bonus Rp 4,9 Miliar Usai Sukses di PON XXI dan Peparnas XVIIRevitalisasi Alun-Alun Ciamis Dikritik, Proyek Foodcourt Senilai Rp34,5 M Malah Banjir
Namun, tanpa transparansi proses, skeptisisme kian menguat, apakah program ini benar-benar dirancang untuk rakyat, atau sekadar memenuhi kewajiban retorika pilkada?
“Program pro-rakyat harus dibarengi dengan eksekusi tepat waktu dan transparansi. Kartu Berdaya berpotensi menjadi solusi, tetapi tanpa realisasi, ia hanya akan menjadi pengingat pahit betapa janji politik kerap lebih mudah diucapkan daripada ditepati,” katanya.
Pertanyaan kritis lain mengemuka, jika APBD 2025 sudah dialokasikan, mengapa implementasi tertunda? Apakah Pemkot kesulitan mengelola anggaran atau ada prioritas lain yang dianggap lebih penting?
Meski Sudarsono berulang kali menegaskan komitmennya, publik melihat ketidakselarasan antara retorika dan aksi.