JABAR EKSPRES – Pembina Poros Sahabat Nusantara (POSNU) Kota Banjar, Muhlison, menuding adanya kejanggalan dalam penanganan hukum kasus dugaan penyimpangan tunjangan rumah dinas (rumdin) dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar oleh Kejaksaan setempat.
Ia menilai proses hukum yang dijalankan Kejaksaan terkesan tertutup, bahkan berpotensi melindungi oknum tertentu, terutama pihak eksekutif yang terlibat dalam penerbitan Peraturan Walikota (Perwal) terkait tunjangan tersebut.
Dalam keterangannya, Muhlison mempertanyakan sikap Kejaksaan yang dinilai enggan membuka informasi kepada publik tentang detail kasus ini.
Baca Juga:Begini Kronologi Terjadinya Ledakan Pemusnahan Amunisi di Garut Menurut Warga SekitarMahasiswa Ciamis Diduga Lakukan Pelecehan pada 13 Anak Laki-Laki, Polisi: Modus Kekerasan dan Ancaman
Ia juga menyoroti kerugian negara akibat tunjangan yang dinilai tidak sesuai aturan. “Dari mana dasar hitungan kelebihan tunjangan? Bagaimana peran Walikota dalam hal ini? Masyarakat butuh jawaban konkret, bukan kesan bahwa kasus ini cuma ‘milik’ Kejaksaan,” ujarnya.
Muhlison mengkritik proses pengembalian uang tunjangan oleh anggota DPRD yang disebutkannya tidak transparan. “Mereka diminta mengembalikan uang tanpa penjelasan rincian, dasar hukum, atau mekanisme resmi. Kok bisa hanya dipanggil lalu disuruh bayar? Ini tidak profesional dan memicu kecurigaan,” tegasnya.
Ia menegaskan, pengembalian dana harus melalui prosedur yang jelas, termasuk kepastian apakah keputusan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“Kalau tidak dijelaskan, proses ini terkesan subjektif dan berpotensi diselewengkan,” imbuhnya.
Tak hanya Kejaksaan, Muhlison juga menyasar kinerja Inspektorat Kota Banjar yang dinilai lalai dalam mengawasi dokumen APBD.
“Selama bertahun-tahun, Inspektorat tidak mendeteksi kesalahan perhitungan tunjangan ini. Mereka seharusnya mencegah kerugian negara, bukan abai sampai kasusnya mencuat,” kritiknya.