Viral di Medsos Bisa Picu Kepanikan Moral: Sebuah Studi Baru Mengungkap Buktinya

JABAR EKSPRES – Serangkaian delapan penelitian mengungkapkan bahwa viral di media sosial memperkuat ancaman sosial, memicu kepanikan moral, dan meningkatkan ekspresi kemarahan. Karya ini dipublikasikan dalam Jurnal Psikologi dan Psikologi Sosial.

Konsep “kepanikan moral,” istilah yang diciptakan pada tahun 1970-an oleh sosiolog Stanley Cohen untuk menggambarkan kemarahan masyarakat terhadap ancaman yang dirasakan seperti penggunaan ganja atau musik Rock and Roll, telah menemukan tempat baru di platform media sosial.

Platform-platform ini memperbesar potensi ancaman sosial, mengarah pada kemarahan harian atas berbagai masalah, mulai dari kehancuran ekonomi hingga perubahan iklim.

Peningkatan ini disebabkan oleh mekanika media sosial, di mana viralitas diukur melalui berbagi dan menyukai berfungsi sebagai sinyal psikologis, menyoroti masalah-masalah mana yang seharusnya menjadi perhatian publik.

Fenomena ini, disebut sebagai “model amplifikasi sosial dari kepanikan moral,” menggabungkan kewaspadaan manusia terhadap ancaman dengan sifat viral media sosial, menciptakan lingkaran balik yang memperbesar kekhawatiran ini dan mengarah pada kemarahan moral yang luas.

Studi empiris mendukung model ini, menunjukkan bahwa konten yang terkait dengan ancaman sosial potensial menjadi lebih mungkin memicu kemarahan seiring dengan peningkatan viralitas.

Hubungan ini lebih diperkuat ketika ancaman tersebut sejalan dengan kekhawatiran ideologis pengguna atau menargetkan lawan politik, menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya menyebarluaskan tetapi juga memperdalam dampak kepanikan moral dengan menjangkau pembagian dan ketakutan masyarakat yang sudah ada sebelumnya.

Baca juga: Sifat Kepribadian Gelap yang Berkaitan dengan Troll Online: Sadisme, Psikopati, Narsisme, dan Machiavellianisme

Dalam penyelidikan komprehensif tentang bagaimana viralitas di media sosial mempengaruhi sentimen publik, peneliti Curtis Puryear dan rekan-rekannya memulai dengan analisis posting Twitter yang terkait dengan perubahan iklim, imigrasi, dan COVID-19.

Studi awal ini mengungkapkan bahwa posting yang menerima jumlah berbagi tinggi, membuatnya viral, sering menarik lebih banyak balasan yang mengekspresikan kemarahan.

Membangun dari sini, tim peneliti melakukan serangkaian eksperimen melibatkan hampir 1.500 partisipan. Mereka mempelajari bagaimana individu bereaksi terhadap tweet yang dimanipulasi untuk terlihat sangat atau minim berbagi, menilai apakah peningkatan visibilitas mengarah pada peningkatan persepsi ancaman dan kecenderungan yang lebih besar untuk merespons dengan kemarahan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan