JABAR EKSPRES – Esther Sri Astuti, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan riset dan inovasi dalam bidang pertanian untuk menghasilkan bibit unggul.
“Indonesia kurang petugas penyuluh pertanian dan kurang pupuk, kurang sarana prasarana dan teknologi pertanian. Petani juga tidak mendapat bibit unggul. Riset dan inovasi untuk menghasilkan bibit unggul sangat kurang,” ujar Esther melalui telepon di Jakarta, Senin (5/2).
Menurut Esther, Indonesia menghadapi beberapa tantangan dalam sektor pertanian, seperti kekurangan penyuluh pertanian, pupuk yang langka dan mahal, serta kurangnya bimbingan teknis bagi petani.
“Kenapa nggak dari dulu, petani sudah lama kekurangan pupuk. Harga pupuk mahal dan langka. Mereka menanam juga tanpa bimbingan teknis dari penyuluh pertanian,” kata Esther.
Esther juga menyoroti kurangnya infrastruktur dan teknologi pertanian di Indonesia, yang menyebabkan produktivitas petani jauh di bawah negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam.
Baca juga: 5 Peluang Side Income Menjanjikan Tahun 2024: Dari Affiliate Marketing hingga Pekerjaan Terkait Cryptocurrency!
“Tidak heran produktivitas petani sangat rendah jika dibandingkan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam,” tambahnya.
Esther mengungkapkan keprihatinannya terhadap impor berbagai komoditas pertanian di Indonesia, seperti beras, gula, sayuran, dan buah-buahan.
Hal ini menjadi ironi mengingat Indonesia pernah mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan menjadi pengekspor gula. Ia berharap adanya perhatian yang lebih terstruktur dan sistematis terhadap riset, inovasi, dan dukungan teknis untuk memajukan sektor pertanian Indonesia secara berkelanjutan.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa tambahan anggaran sebesar Rp14 triliun untuk penyediaan pupuk bersubsidi bertujuan untuk mencapai target pengadaan 7,7-7,8 juta ton pupuk bersubsidi pada tahun ini.
“Pemerintah menyediakan pupuk subsidi tahun ini sebanyak 5,2 juta ton, kemudian alokasinya ditambah oleh Bapak Presiden (Joko Widodo) sebanyak 2,5 juta ton, sesuai dengan target pengadaan sebesar 7,7 sampai 7,8 juta ton,” kata Airlangga Hartarto di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (4/2).
Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi kekurangan pupuk bersubsidi yang ditargetkan diberikan kepada 14,3 juta petani di Indonesia. Airlangga juga berharap agar PT Pupuk Indonesia (Persero) dapat membantu menyediakan pupuk dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat untuk mengurangi beban subsidi pemerintah.