Curug Batu Templek Bandung Alami Kerusakan 65 Persen, Ini Penyebabnya

JABAR EKSPRES – Wisata Batu Tamplek yang berlokasi di area pebukitan Cikawari, tepatnya di wilayah Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung sempat ramai diperbincangkan publik.

Pasalnya, publik dihebohkan dengan rekaman video yang ramai di media sosial, memperlihatkan adanya banjir disertai lumpur yang berada di area wisata Batu Templek pada Rabu, 10 Januari 2024 kemarin.

Dalam rekaman video tersebut, dikatakan jika debit air yang besar mengalir deras dimulai pukul 11.30 hingga 12.55 WIB.

Pada penjelasan video, ditulis juga jika banjir lumpur yang terjadi di perbukitan Bandung Utara itu, aliran lumpurnya menuju jalur Sindanglaya, Arcamanik, Cisaranten, Kota Bandung.

Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang mengatakan, pihaknya merespons dengan alanisis di perbukitan Cikawari.

BACA JUGA: Banjir Bandang Disertai Lumpur Terjang Pemukiman Warga Desa Suntenjaya Lembang

Menurutnya, kawasan tersebut mengalami kerusakan lahan yang cukup serius, bahkan dapat diperkirakan kerusakannya sebesar 65 persen telah mengalami gundul.

“Berbagai kegiatan di pebukitan tersebut tentunya tidak hanya alih fungsi kawasan, yang disebkan oleh aktivitas pemamfaatan lahan garapan oleh kelompok tani semata,” kata Iwang kepada Jabar Ekspres, Kamis (11/1).

Akan tetapi Walhi Jabar menduga adanya intervensi pembukaan lahan untuk bangunan lain, meski kondisinya tidak banyak, tapi bangunan liar lain di kawasan tersebut sama juga memberikan sedikitnya kontribusi terhadap kerusakan ekologi yang berada di wilayah setempat.

Diterangkan Iwang, dilihat dari potret satelit menunjukan bahwa lahan di puncak Cikawari telah terdapat pemanfaatan lahan yang kurang tepat.

“Tata kelola kawasan yang jauh dari memperhatikan kaidah lingkungan nampak jelas,” terangnya.

Iwang mengungkapkan, tata kelola kawasan yang kurang tepat itu, salah satunya pola garapan tanaman holtikultura, yang tidak disertai dengan pohon keras sebagai tegakan penyangga dan memiliki fungsi daya serap air tidak ada.

“Selain itu tidak menjalankannya pola terasering di beberapa titik yang berada pada kemiringan yang cukup terjal,” ungkapnya.

Dijelaskan Iwang, dampaknya tergolong serius terhadap larian air hujan yang disertai tanah tidak dapat meresak ke dalam tanah.

Hal itu dikarenakan tidak ada penyangga yang memiliki fungsi daya serap air. Iwang berujar, kondisi tersebut diperkuat dengan terdapatnya beberapa bangunan-bangunan liar yang tidak diketahui peruntukannya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan