JABAR EKSPRES – Dunia pendidikan di Kota Depok kembali dikejutkan oleh dugaan pungutan liar (pungli) di SMKN 1 Depok. Ini bukan hal baru, tetapi lagu lama yang terus diulang-ulang, seakan tanpa efek jera.
Sebelum pemberitaan ini viral, kasus pungli juga terjadi di Jakarta, Bandung, Bogor, Solo, Tangerang Selatan, Bekasi, dan masih banyak yang lainnya. Bisa dikatakan, fenomena ini diduga merata terjadi di semua kabupaten/kota.
Menurut Koordinator Nasional (Kornas) Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan ada 3 pihak yang diduga selalu menjadi aktor pungli di sekolah. Mereka adalah oknum pihak sekolah, komite sekolah, dan koordinator kelas (korlas).
“Biasanya, pungli terjadi karena didasarkan atas rekayasa kebutuhan pendanaan sekolah yang kurang. Yang sering terjadi antara lain, pungli berkedok pungutan uang infak, uang seragam, uang gedung, uang study tour, uang ekstrakurikuler, uang buku ajar dan LKS, uang wisuda, dan masih banyak yang lainnya,” kata Ubaid Matraji kepada wartawan Jabar Ekspres pada Jumat, 15 September 2023.
Baca juga: Soal Atap Ambruk di SDN 2 Waledkota Cirebon, Disdik Sebut Bangunan itu Bukan Wewenangnya!
Dia menduga, oknum pimpinan sekolah berperan dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). “Biasanya, RAPBS ini disusun secara sepihak, serta kurang partisipatif dan tidak transparan,” sambungnya.
Menurutnya, dokumen RAPBS ini akan dijadikan dasar legitimasi oleh Komite Sekolah untuk melakukan pungli. Komite Sekolah beralasan bahwa untuk menunjang proses pembelajaran, maka dibutuhkan ini dan itu sebagaimana terlampir di RAPBS, tapi keuangan belum mencukupi.
Lalu, Komite Sekolah menugaskan Korlas untuk menyebarkan info pungutan dan menjadi kasir dan penagih pungli di tiap-tiap kelas.
Selama tiga pihak ini dapat bergerak bebas, maka pungli akan tetap lestari di sekolah. Karena itu, untuk menghentikan praktik pungli yang sangat meresahkan orang tua peserta didik di sekolah, JPPI menuntut beberapa hal seperti, bubarkan Komite Sekolah abal-abal.
“Bubarkan Komite Sekolah, karena lembaga yang mestinya berperan sebagai controlling agency di sekolah, ternyata malah menjadi centeng sekolah, untuk melakukan pungli,” lanjut Ubaid Matraji.