67 Siswi di Prancis di Pulangkan Karena Masih Menggunakan Abaya

JABAR EKSPRES- Prancis telah melakukan repatriasi 67 siswa dari sebuah sekolah karena mereka menolak untuk melepas abaya, yang sebelumnya dilarang. Tindakan ini diambil karena para siswa enggan untuk mengganti pakaian, sehingga mereka terpaksa diusir dari institusi pendidikan tersebut.

Menurut Menteri Pendidikan Gabriel Attal, sekitar 300 gadis tampil dengan mengenakan abaya sebagai bentuk protes terhadap larangan berbusana tersebut, yang biasanya dipakai oleh wanita di negara-negara Arab, Timur Tengah, dan Afrika Utara.

Attal menyatakan bahwa dari 300 siswa perempuan tersebut, setengah dari mereka bersedia untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang lebih konvensional. Sementara itu, 67 siswi Muslim tetap menolak, sehingga akhirnya mereka dipulangkan.

BACA JUGA : Bencana Alam Badai dan Banjir Telah Menewaskan 36 Orang di Brasil Selatan

Attal menekankan bahwa keputusan ini diambil untuk menghindari identifikasi agama siswa berdasarkan pakaian yang mereka kenakan di sekolah.

Pemerintah sebelumnya mengumumkan larangan kontroversial terhadap penggunaan abaya di lingkungan sekolah, dengan alasan bahwa hal tersebut bertentangan dengan prinsip sekulerisme ketat yang dianut Prancis, yang juga dikenal sebagai “laicite”. Prinsip ini sebelumnya telah melarang penggunaan jilbab di sekolah.

Langkah ini menuai berbagai tanggapan, dengan kelompok minoritas hak dan agama mengkritik kebijakan tersebut, sementara kaum konservatif Prancis memberikan dukungan. Di sisi lain, kelompok sayap kiri menuduh Presiden Macron dan pemerintahannya melakukan langkah ini untuk bersaing dengan kelompok sayap kanan seperti Reli Nasional.

Beberapa pihak, seperti Clementine Autain dari France Insoumise, menyoroti kebijakan ini sebagai “pola pikir yang terobsesi terhadap Muslim” dan mengkritik istilah “polisi pakaian”.

Abdallah Zekri, wakil ketua Dewan Iman Muslim Prancis (CFCM), juga berpendapat bahwa keputusan ini keliru, dengan menegaskan bahwa abaya bukanlah pakaian keagamaan, melainkan fashion.

Presiden Macron, yang mendukung larangan terhadap abaya dan kameez (sejenis kemeja panjang untuk pria), menyatakan bahwa pakaian yang unik dapat diterima di sekolah, seperti celana jeans, kaos, dan jaket.

Namun, keputusan kontroversial ini memicu kritik terhadap pemerintah Prancis, yang dalam beberapa tahun terakhir telah dituduh mengambil langkah-langkah yang menargetkan Muslim, termasuk penggerebekan di masjid dan yayasan amal, serta mengesahkan undang-undang “anti-separatisme” yang memberlakukan pembatasan luas terhadap komunitas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan