JABAR EKSPRES – Upaya mewujudkan arus reformasi, dikenal euforia reformasi, di lakukan melalui revisi perundang-undangan, kelembagaan pengelola negara diperbaharui, diadakan lembaga-lembaga baru untuk pemenuhan kebutuhan nafas reformasi. Pelayanan publik untuk kesejahteraan rakyat senantiasa ditingkatkan melalui berbagai kebijakan (beleid), dalam bentuk diskresi, yang berdasarkan kewenangannya, demikian diungkapkan Prof. Dr. H. Didin Muhafidin, S.IP., M.Si (Pakar Kebijakan Publik).
Seorang pejabat yang mengeluarkan kebijakan (diskresi) tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana. Karena berkaitan dengan administratif penal law, yang sejalan dengan asas systematische specialiteit atau logische specialiteit untuk menghindari disparitas pemidaanaan dan ketidakpastian hukum penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam bentuk kegiatan pembangunan dan pelayanan publik. Menurut Didin, ada beberapa teori mengenai kebijakan publik.
BACA JUGA: Melindungi dan Melayani, Siapa?
Pada dasarnya adalah suatu kewenangan, karena dibuat oleh struktur/organisasi yang mempunyai kekuasaan yang sah dalam sistem pemerintahan. Keputusan akhir yang telah ditetapkan memiliki sifat yang mengikat bagi para pelayan publik atau public servant. Faktor penting dalam pencapaian penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tergantung kepada setiap kebijakan yang dilaksanakan oleh pejabat pemerintah dan dampak yang di nikmati oleh publik.
aka dari itu, kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus memiliki keberpihakan kepada rakyat untuk memecahkan masalah mendesak/darurat yang sedang dihadapi oleh pejabat publik, paparnya. Menurut Pakar Kebijakan Publik di atas, kebijakan merupakan upaya memecahkan problem sosial atas azas keadilan dan transparanasi. Setidaknya harus memenuhi empat hal penting Pertama, Tingkat hidup masyarakat meningkat; Kedua, terjadi keadilan, by the law, social justice; Ketiga, diberikan peluang aktif partisipasi masyarakat, dan Keempat, terjadinya program kerja berkelanjutan.
Sebagai contoh kebijakan diskresi yang diambil oleh Dirjen Minerba ESDM dalam kasus ore nikel di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan Undang-undang No.3 Tahun 2020 tentang Minerba, dimana Pemerintah daerah melimpahkan kewenangan di bidang mineral dan batu bara kepada Pemerintah Pusat, sehingga pelayanan yang tadinya ± 200 buah menjadi ± 4.000 buah, Dirjen Minerba ESDM perlu mengambil kebijakan diskresi dalam kondisi mendesak/abnormal.