26 Terdakwa Narkoba Dituntut Hukuman Mati di Aceh

JABAR EKSPRES- Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Bambang Bachtiar, mengungkapkan bahwa sebanyak 26 terdakwa dalam kasus narkotika telah dituntut dengan hukuman mati sepanjang tahun 2023.

“Dalam rentang waktu Januari hingga pertengahan Juli 2023, terdapat 26 terdakwa kasus narkotika yang dikenai tuntutan hukuman mati,” ujar Kajati Aceh Bambang Bachtiar di Banda Aceh, pada hari Kamis.

Menurutnya, jumlah kasus narkotika yang tinggi dan banyaknya terdakwa yang dihadapkan pada hukuman mati menjadi keprihatinan. Hal ini merupakan ancaman bagi generasi muda mengenai bahaya narkotika.

Baca juga: Kematian Anak Harimau Alshad Ahmad, Susi Pudjiastuti Ikut Marah

“Penuntutan hukuman mati bertujuan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku dan juga orang lain, agar mereka tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang,” katanya.

Sementara itu, sepanjang tahun 2023, Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Aceh telah menerima 105 surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus narkotika. Dari 105 kasus tersebut, 84 di antaranya sudah mencapai tahap P-21 dan 80 kasus lainnya sudah berada pada tahap dua, yaito tahap persidangan.

Selain menyelesaikan kasus-kasus di pengadilan, Kejati Aceh periode Januari hingga Juli 2023 juga telah menangani 106 perkara melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice. Penyelesaian melalui keadilan restoratif ini dilakukan di luar pengadilan.

Baca juga: Perangi Narkoba, Ketua DPRD Kabupaten Bogor Minta Anak Muda Gunakan Waktu Sebaik mungkin

Bambang Bachtiar menjelaskan bahwa sebagian besar perkara yang diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah kasus-kasus tindak pidana ringan, seperti penganiayaan. Syarat untuk penyelesaian ini adalah semua pihak yang terlibat telah mencapai kesepakatan damai.

“Selain persetujuan damai dari semua pihak yang terlibat, perkara yang dapat diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif ini memiliki ancaman hukuman di bawah lima tahun dan pelaku tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya atau baru pertama kali melakukan tindak pidana. Penyelesaian dengan pendekatan keadilan restoratif ini tidak memerlukan jalannya persidangan,” jelas Bambang Bachtiar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan