JABAR EKSPRES – Kasus kematian tersangka Asusila AR (50) terhadap anak kandung akibat pengeroyokan di rumah tahanan (Rutan) Polres Metro Depok mendapat sorotan Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso. Menurutnya, Polisi harus bertanggung jawab atas kematian AR (50).
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso mengatakan menurut IPW hal tersebut merupakan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan Polres Metro Depok, karena hal tersebut dianggap kelalaian. Selain kelalaian pada kasus tersebut juga terdapat faktor pembiaran.
“Kalau menurut IPW itu pelanggaran kode etik yang berat, kelalaian ini, karena dibalik kelalaian ini diduga ada faktor pembiaran atau sengaja. Mengapa saya katakan begitu, polisi itu sudah tau tanggung jawab keselamatan dan keamanan itu ada kepada kepala rutan Polisi,” kata Sugeng Teguh Santoso.
Belum lagi menurutnya secara khusus, pada waktu tertentu ada perwira jaga, atau komandan jaga yang bertugas mengawasi tahanan di ruang tahanan Polres Metro Depok.
BACA JUGA: Sebagai Generasi Muda, Gerindra Dukung Kaesang Maju di Kota Depok
Lebih khusus lagi pada waktu waktu tertentu pada perwira jaga, atau komandan jaga. Nah, itu sudah jelas dalam Peraturan Kapolri (Perkap) No 4 Tahun 2005 tentang Pengurusan Tahanan Pada Rumah Tahanan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Nah, kemudian dalam Perkap dikatakan bahwa jika terjadi penganiayaan (di dalam ruang tahanan), polisi petugas jaga harus bertanggung jawab, disebutkan dalam Perkap tersebut,” kata Sugeng Teguh Santoso.
Selain itu, menurutnya dalam kaitan kasus asusila apalagi terhadap anak kandung terdapat potensi kekerasan dari narapidana lain.
“Polisi juga sudah tau bahwa kasus asusila, pemerkosaan, apalagi terhadap anak, punya potensi 99 persen akan dianiaya. Sehingga ini harus dijaga bukan dibiarkan,” tukas Sugeng.
BACA JUGA: Tren Curanmor Meroket di Depok, Sehari 10 Laporan Kehilangan
Menurutnya, dalam peristiwa matinya AR, korban mati karena dipukul. Sedangkan pemukulan hingga mengakibatkan korban tewas tidak mungkin dilakukan hanya satu kali, ketika dipukul juga korban pasti teriak. Menurut Sugeng seharunya polisi tahu.
“Terjadi peristiwa matinya orang digebukin, kalau matinya karena digebukin bukan hanya pukulan sekali, dan ketika dipukul pasti teriak. Nah, tahanan di Polres antara pintu (ruang tahanan) dan penjaga jaraknya sangat dekat dan pasti terdengar. Ini ada pembiaran apalagi dikaitkan dengan adanya isu permintaan uang Rp 1 juta atau Rp 1,5 juta,” ujar Sugeng.